Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indef: Swasembada Pangan Tidak Akan Tercapai Selama Impor Dimanfaatkan Pemburu Rente

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menduga rendahnya validitas data membuat rente ekonomi merajalela.
Petani sedang panen gabah/Antara
Petani sedang panen gabah/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Cita-cita swasembada pangan diyakini sulit tercapai apabila masih banyak pemburu rente yang memanfaatkan celah dalam praktik impor pangan.

Dalam diskusi Rente Ekonomi Impor Pangan, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) membeberkan salah satu penyebab terjadinya praktik seperti ini adalah rendahnya validitas data pangan, minim koordinasi dan integrasi data lintas kementerian, serta ketidakpatuhan terhadap peraturan.

Hal tersebut memicu tumbuhnya pemburu rente dalam importasi bahan pangan. Selain itu, disparitas harga internasional dan harga lokal yang jauh berbeda membuat pemburu rente merajalela memanfatkan celah.

Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati mengatakan kebijakan kuota impor bahan pangan justru membuka peluang bagi para pemburu rente itu untuk berkembang. Selama praktik rente ekonomi masih subur berkembang menurutnya swasembada pangan tidak akan tercapai.

“Importasi pangan yang tidak sesuai tujuan membuat hanya beberapa pihak yang diuntungkan. Namun, konsep dan formulasi seperti ini semakin dipertahankan yang justru meningkatkan intensitas impor. Dari hanya satu dua jenis, sekarang semua walau proporsional tidak dominan,” katanya, Rabu (18/4/2018).

Merujuk pada Statistik Indikator Makro Sektor Pertanian Triwulan I Tahun 2018 yang diterbitkan oleh Kementrian Pertanian, pada sektor Holtikultura neraca perdagangan justru semakin bertambah baik dari segi volume dan nilai.

Pada 2016, volume ekspor hortikultura adalah 397.585 ton dengan nilai US$506.891 sedangkan volume impor 1,4 juta ton dengan nilai US$1,7 juta. Artinya ada defisit dari segi volume sebesar 1 juta ton dan dari segi nilai US$1,2 juta

Sementara itu, pada 2017, angka tersebut makin meningkat. Volume ekspor hortikultura adalah 394.873 ton dengan nilai US$441.844 sedangkan volume impor 1,7 juta ton dengan nilai US$2,2 juta. Defisit dari segi volume sebesar 1,3 juta ton dan dari segi nilai US$1,7 juta.

Peneliti Indef Rizal Taufikurahman mengatakan kalau selalu mengimpor karena kekurangan suplai tanpa mendorong produksi di sektor pertanian, posisi neraca perdagangan terus begini.

“Suplai naik tapi harga juga naik. Ketika harga sudah bergerak naik akan susah berapapun suplai yang dipasok. Akibatnya harga tetap tidak berubah. Harga tidak berubah karena rente ekonomi,” katanya.

Indef merekomendasikan untuk mengevaluasi sistem penunjukan importir terdaftar (IT) dan importir produsen (IP) yang berpotensi memunculkan praktik oligopoli dan kartel yang menyebabkan inefisiensi pasar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper