Bisnis.com, JAKARTA—Perusahaan elektronik harus memiliki skala produksi yang besar untuk dapat menerapkan industri 4.0.
Ali Soebroto, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel), mengatakan industri 4.0 menggunakan mesin dengan teknologi baru yang membutuhkan investasi yang tidak sedikit. Mesin produksi ini akan lebih efisien apabila digunakan untuk produksi skala besar dan non stop 24 jam.
“Saat ini, industri elektronik belum menerapkan industri 4.0 karena skalanya belum besar. Kalau bisa produknya harus dijual ke pasar global, tetapi untuk bisa tembus ke sana kan sulit,” katanya di Jakarta belum lama ini.
Ali menyebutkan salah satu pabrik elektronik yang akan menerapkan industri 4.0 dalam waktu dekat adalah pabrik printer Epson yang memiliki kapasitas produksi besar dan berorientasi ekspor. Sebagai informasi, PT Indonesia Epson Industry telah mengekspor produknya hingga 100% ke berbagai negara melalui pabrik berkapasitas 6 juta hingga 7 juta unit per tahun.
Negara tujuan ekspor meliputi negara kawasan Amerika, Oseania, Eropa, dan Asia. “Sekarang masih manual. Nanti dengan robotic, di sana bisa bikin macam-macam model,” jelasnya.
Kendati saat ini industri elektronik belum semuanya menerapkan industri 4.0, menurut Ali di masa depan menjadi sebuah keharusan supaya tidak kehilangan daya saing. Apalagi, industri 4.0 mendukung perusahaan elektronik untuk memproduksi barang-barang dengan berbagai macam bentuk sesuai dengan perubahan tren dan kebutuhan masyarakat.
"Bisa saja nanti harga mesin dan robot akan lebih terjangkau kalau diproduksi dalam jumlah yang besar karena permintaan naik," katanya.
Lebih jauh, Ali menuturkan saat ini pemerintah telah menciptakan iklim investasi yang lebih baik, salah satunya dengan kemudahan insentif. Kementerian Perindustrian juga telah membuat peta jalan dan pemetaan yang jelas serta program-program untuk mendukung pengembangan tiap sektor.
Adapun, industri elektronik dalam negeri sepanjang tahun ini diproyeksikan mengalami penurunan kembali sebesar 10% . Penjualan produk elektronik yang belum bisa membaik tersebut karena konsumen yang telah berubah prioritasnya. Saat ini, masyarakat lebih memilih membelanjakan uang untuk kegiatan rekreasi dibandingkan dengan membeli peralatan elektronik model terbaru.
"Paling sedikit penurunannya 10% untuk tahun ini. Tahun lalu kan sekitar 15%," ujar Ali.
Menurutnya, gelaran olahraga seperti Asian Games dan Piala Dunia, serta pemilihan kepala daerah secara serentak pada tahun ini tidak akan mengangkat penjualan secara signifikan. Ali menyebutkan hanya industri makanan dan minuman yang bakal tumbuh dengan baik sepanjang tahun ini karena kebutuhan masyarakat akan produk mamin terus naik seiring pertumbuhan jumlah penduduk.
Ali pun berharap industri-industri prioritas dapat tumbuh dengan baik dari hulu ke hilir sehingga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi lebih lanjut. "Kalau berkembang, serapan tenaga kerja banyak dan mereka akan spending lagi. Untuk sekarang kan nunggu elektronik rusak dulu baru beli lagi," katanya.