Bisnis.com, JAKARTA—Asosiasi Semen Indonesia (ASI) mengajukan keberatan kepada Kementerian Perdagangan terkait kebijakan pergeseran mekanisme pengawasan impor semen dari border ke post border.
Troy D. Soputro, Koordinator Ekonomi ASI, mengatakan pihaknya menilai tidak ada urgensi untuk memindahkan pengawasan impor semen ke post border. Hal ini disebabkan karena semen merupakan produk yang kualitasnya sangat berpengaruh pada pembangunan infrastruktur dan perumahan. Selain itu, saat ini industri semen dalam negeri mengalami kelebihan pasokan sekitar 30 juta ton.
"Kami ajukan keberatan, tidak perlu post border untuk semen. SNI sangat penting untuk semen, bagaimana bisa pengawasan ke post border, produk masuk tanpa diketahui kualitasnya. Kondisi juga oversupply, sehingga tidak ada urgensi," ujarnya di Jakarta, Senin (26/3/2018).
Dia mencontohkan negara Asia Tenggara lain, seperti Vietnam dan Filipina menerapkan pengawasan impor yang sangat ketat. Produk semen yang akan masuk harus melalui pengujian kualitas oleh lembaga penguji yang ditunjuk.
Pria yang juga menjabat sebagai Direktur PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. ini juga menuturkan asosiasi telah menyampaikan keberatan tersebut kepada Kemendag sebulan yang lalu. Dalam waktu dekat, kedua pihak akan mengadakan pertemuan untuk membicarakan masalah tersebut.
Widodo Santoso, Ketua ASI, berpendapat kebijakan post border tidak mendukung keinginan pemerintah untuk meningkatkan penggunaan produk dalam negeri. "Dalam kondisi oversupply, perlu ada pengetatan impor. Kenapa diberi kemudahan?" katanya.
Widodo menyebutkan asosiasi bukan berarti anti impor. Namun, ketika komoditas yang diimpor masih dapat dipenuhi oleh pabrikan dalam negeri, maka sebaiknya pemerintah menekan angka impor supaya produk lokal dapat diserap secara optimal.
Selain masalah pemindahan pengawasan impor semen ke post border, ASI juga meminta kepada pemerintah untuk menghentikan pembangunan pabrik baru. Menurutnya, investor baru yang ingin membangun pabrik lagi melakukan tindakan bunuh diri karena kondisi oversupply.
Kondisi kelebihan pasokan semen dalam negeri dimulai pada 2015—2016 ketika pembangunan pabrik semen baru selesai. Para produsen membangun pabrik semen karena melihat pertumbuhan konsumsi pada 2012—2013 sebesar 12% hingga 18%.
Namun, pertumbuhan tersebut tidak terjadi ketika pabrik selesai dibangun, bahkan sempat tidak tumbuh pada 2016. Di sisi lain, pabrik terus beroperasi sehingga pasokan semen menumpuk hingga oversupply mencapai 34 juta ton pada 2017.
Sebagai tindak lanjut pemindahan pengawasan impor semen ke post border, Kemendag menerbitkan Permendag 7/2018 tentang Ketentuan Impor Semen Clinker dan Semen.
Sebelumnya, David Halim, Corporate Finance Indocement menilai dalam impor clinker dan semen diperlukan mekanisme rekomendasi dari pihak yang kompeten sebagai syarat mendapatkan izin impor yang tertuang dalam petunjuk pelaksanaan (juklak). Menurutnya, ASI merupakan pihak yang tepat untuk memberikan rekomendasi tersebut.