Bisnis.com, JAKARTA -- Produsen semen dalam negeri meningkatkan efisiensi di tengah kondisi kelebihan pasokan. Sepanjang tahun lalu, oversupply mencapai 34 juta ton.
David Halim, Corporate Finance Manager PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk., mengatakan dalam menghadapi kondisi tersebut, perseroan fokus untuk mempertahankan daya saing ke pasar.
"Beberapa caranya adalah dengan mengaktifkan plant yang paling efisien hingga menempatkan terminal-terminal strategis baru," ujarnya, Minggu (25/3/2018).
Pabrik terbaru yang dioperasikan adalah P14 dengan kapasitas sebesar 4,4 juta ton di Citeureup. Lini produksi ini disebutkan mampu menghemat US$7-US$8 per ton.
Menurut David, selain skala ekonomis dari pabrik baru, teknologi pembakaran juga lebih canggih sehingga lebih efisien. Selain itu, emiten dengan kode saham INTP ini juga membangun dua terminal yang berada di Palembang dan Lampung Selatan.
Pada Maret 2018, terminal yang berada di Palembang memulai proses commissioning. Sementara itu, terminal yang berada di Lampung Selatan masih dalam pembangunan dan ditargetkan mulai beroperasi pada kuartal III/2018.
"Terminal strategis tersebut memang menekan biaya logistik, kami bisa kirim dalam bentuk curah dan dikemas di sana. Namun, yang terpenting, juga menjamin pasokan kami di daerah sekitarnya," jelas David.
Perseroan juga bakal meningkatkan ekspor clinker dan semen keluar negeri selama kondisi oversupply masih terjadi. Sepanjang tahun lalu, penjualan ekspor perseroan tercatat sebesar 164.000 ton, sedangkan penjualan dalam negeri sebanyak 17,74 juta ton.
Semen Indonesia Grup juga banyak melakukan efisiensi pada sektor energi karena menjadi beban operasi yang paling besar, yaitu 25%, diikuti oleh penggunaan listrik dan transportasi.
“Untuk mengurangi pengunaan batu bara, kami menggunakan energi alternative renewable, seperti sekam padi, kulit jambu mete, batok kelapa, dan tembakau. Selain itu kami juga menjaga konsistensi kualitas batu bara agar pembakaran stabil,” terang Corporate Secretary Semen Indonesia Agung Wiharto.
Untuk menghemat penggunaan listrik, Semen Indonesia Grup memanfaatkan pembangkit dari limbah perseroan (waste heat recovery power generation/WHRPG) di pabrik Semen Padang sebesar 8,5 MW dan di pabrik Tuban sebesar 35 MW.
“Di Padang, sudah kami mulai sejak 2012. Sementara itu, di Tuban mulai November tahun ini dan ke depan untuk Semen Tonasa,” lanjutnya.
Sebelumnya, pabrikan semen asal Thailand SCG memilih untuk memperluas lini bisnis ke industri kemasan di tengah perlambatan industri semen. Pathama Sirikul, President Director SCG Indonesia, menuturkan selain memperlebar bisnis ke industri kemasan, perseroan juga mengembangkan produk semen inovatif, seperti Super Semen.
Produk ini memiliki berat 40 kilogram setiap satu sak, tapi memiliki kekuatan yang sama dengan semen 50 kilogram.
Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan kondisi oversupply semen baru akan mencapai keseimbangan baru dalam kurun waktu 2-3 tahun ke depan seiring pertumbuhan ekonomi. Selama menunggu keseimbangan baru tercapai, pabrikan harus melakukan efisiensi.
“Efisiensi bisa dilakukan dengan memperbaiki sistem produksi dan logistik,” ujarnya.
Menurut Achmad, perbaikan sistem produksi dan logistik perlu dilakukan oleh perusahaan semen karena karakteristik semen yang bulky dan berat, sehingga aspek energi dan logistik sangat menentukan daya saing di industri ini. Selain itu, pabrikan juga didorong untuk menyalurkan kelebihan produksi ke pasar ekspor.