Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gapmmi Optimistis Target Investasi Industri Mamin Tahun Ini Tercapai

Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) optimistis target investasi yang ditetapkan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pada tahun ini bisa tercapai.
Pekerja menyusun aneka jenis minuman kaleng di salah satu grosir penjual makanan dan minuman kemasan di Pekanbaru, Riau, Senin (12/6)./Antara-Rony Muharrman
Pekerja menyusun aneka jenis minuman kaleng di salah satu grosir penjual makanan dan minuman kemasan di Pekanbaru, Riau, Senin (12/6)./Antara-Rony Muharrman

Bisnis.com, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) optimistis target investasi yang ditetapkan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pada tahun ini bisa tercapai.

Berdasarkan data Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemenperin, pada tahun ini investasi di sektor makanan diproyeksi mencapai Rp53,18 triliun dan sektor minuman senilai Rp10,07 triliun. Dengan demikian, pada 2018 investasi untuk sektor makanan dan minuman (mamin) ditargetkan mencapai Rp63,25 triliun.

Angka ini naik dibandingkan realisasi sepanjang tahun lalu yang senilai Rp51,62 triliun untuk sektor makanan dan Rp7,55 triliun untuk sektor minuman. 

Ketua Gapmmi Adhi S. Lukman menyatakan target investasi yang ditetapkan Kemenperin untuk tahun ini sangat realistis.

"Ini tetap karena faktor pasar domestik yang besar dan Indonesia merupakan basis produksi di kawasan Asia Tenggara," ujarnya kepada Bisnis, baru-baru ini.

Seiring dengan target investasi yang meningkat, pada tahun ini industri mamin juga diproyeksikan tumbuh lebih dari 10% atau naik dibandingkan pertumbuhan tahun lalu yang sebesar 9,23%. Faktor pendorong pertumbuhan antara lain adanya beberapa deregulasi yang memudahkan pasokan bahan baku. 

Selain itu, tahun ini juga merupakan tahun politik yang biasanya membuat peredaran uang meningkat. Hal tersebut diharapkan ikut mendongkrak konsumsi mamin.

Adapun, investasi di sektor mamin masih didominasi oleh pengusaha lokal. Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sepanjang tahun lalu penanaman modal dalam negeri (PMDN) mendominasi 60,04% dari total realisasi investasi. 

Adhi menuturkan banyak investor asing yang berminat menanamkan modal di industri mamin. Namun, perusahaan-perusahaan tersebut terkadang ragu apabila ada regulasi yang dinilai kurang kondusif.

"Misal, soal tenaga kerja dan ketersediaan bahan baku, mereka sangat concern. Walaupun tidak ada sanksi, perusahaan multinasional harus comply terhadap aturan dan ini jadi hambatan," katanya.

Adhi juga mengungkapkan masalah kebijakan ini yang membuat realisasi penanaman modal asing, terutama di sektor mamin, lebih rendah dibandingkan dengan realisasi penanaman modal dalam negeri, kendati minat investor asing besar untuk berusaha di Indonesia.

Sekretaris Jenderal Kemenperin Haris Munandar menuturkan salah satu faktor pengusaha nasional di sektor mamin masih mendominasi adalah kekuatan pabrikan lokal untuk beberapa komoditas, seperti mi instan dan produk berbasis kelapa sawit. Perusahaan nasional juga gencar melakukan perluasan bisnis karena permintaan pasar yang masih tumbuh baik.

Sementara itu, perusahaan asing yang menanamkan modal di Indonesia biasanya merupakan pemain besar. Perusahaan-perusahaan tersebut membuka lini produksi di Indonesia sebagai global value chain, sehingga tidak semua fasilitas pengolahan berada di sini.

“Ini indikasi mengapa PMA tidak sebesar PMDN,” tuturnya.

Dengan potensi pasar yang masih baik, investor asing tertarik untuk masuk ke Indonesia atau memperluas bisnis yang telah ada. Kendati demikian, Kemenperin tidak keberatan apabila investor asing membangun atau memperluas pabrik mamin karena menambah penyerapan tenaga kerja dan menyumbang penerimaan pajak bagi negara.

Lebih jauh, Haris menilai para pengusaha sektor mamin masih optimistis dengan bisnis dalam negeri sehingga tidak menahan ekspansi bisnis mereka. Namun, realisasi investasi di sektor ini diakui bisa tumbuh lebih kencang apabila masalah yang dihadapi dapat teratasi, misalnya masalah ketersediaan bahan baku.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper