Bisnis.com, JAKARTA— Periode libur lebaran dan libur sekolah yang berdekatan pada pertengahan tahun dinilai berpotensi mendongkrak tingkat okupansi hotel sebesar rata-rata 4% hingga 8% pada tahun ini.
Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani optimistis peningkatan itu dapat terjadi bila kondisi perekonomian Indonesia di mana salah satunya kestabilan nilai rupiah dapat terjaga.
Selain itu, sejumlah faktor pendorong lainnya adlah adanya kalender acara nasional Visit Wonderful Indonesia yang telah disusun oleh pemerintah, yang diprediksi dapat mendatangkan 2,5 juta wisatawan mancanegara dari target 17 juta pada tahun ini.
“Dari pertumbuhan turis seperti China meningkat, jadi dari data itu harusnya bisa lebih baik dari tahun lalu,” ujarnya kepada Bisnis.
Meski demikian, pihaknya tak memungkiri kondisi oversupply kamar hotel saat ini membuat tingkat okupansi tidak bisa terlalu tinggi.
Dia membandingkan, saat ini terdapat lebih dari 600.000 kamar hotel di Indonesia, dengan jumlah kunjungan wisman mencapai 14 juta pada tahun lalu. Kondisi ini berbeda jauh dengan Thailand yang hanya memiliki 350.000 kamar hotel, dengan jumlah wisman lebih dari 30 juta.
Adapun pada momen Lebaran, dia menyebut hotel yang berada di destinasi pariwisata seperti Pangandaran, Puncak Bogor dan Malang berpotensi mencapai okupansi di atas 90%. Sementara daerah lainnya seperti Yogyakarta dan Bali dapat mencapai 0% hingga 85%.
“Kebanyakan masih [wisatawan] lokal kalau lebaran. Dibandingkan tahun lalu yang banyak hari kejepit, ternyata yang ramai hanya awalnya seperti bulan Maret, tetapi hari kejepit di bulan lain tidak banyak ada pengaruhnya,” ujarnya.
Dia menambahkan, momentum pilkada di sejumlah daerah pada tahun ini juga dapat meningkatkan okupansi hotel hingga 10%. Keuntungan tersebut paling banyak dapat dinikmati oleh hotel yang memiliki ruang pertemuan yang representatif. Namun, dampak dari pelaksanaan pilkada di sejumlah daerah tidak sebesar pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilu presiden yang akan dilaksanakan pada 2019 mendatang.
“Kalau legislatif kan pemainnya banyak. Kalau ini kan yang mencalonkan diri kepala daerahnya, jadi tidak begitu banyak pengaruhnya. Tapi kalau pileh kan digabung sama pilpres jadi ramai karena serentak,” ujarnya.