Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tata Ulang Rute Kapal Angkut Tak Atasi Shortage Bahan Baku

Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia (Apiki) menilai penataan ulang rute kapal angkut tidak akan cukup menyelesaikan persoalan kekurangan bahan baku yang dihadapi industri pengalengan ikan.
Pengolahan ikan/Bisnis
Pengolahan ikan/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia (Apiki) menilai penataan ulang rute kapal angkut tidak akan cukup menyelesaikan persoalan kekurangan bahan baku yang dihadapi industri pengalengan ikan.

Ketua Harian Apiki Ady Surya berpendapat percepatan pembangunan industri perikanan nasional sebagaimana diperintahkan Instruksi Presiden No 7/2016 dan Peraturan Presiden No 3/2017 bukan sekadar penataan ulang rute. Lebih dari itu, pengaktifan kapal pengangkut ikan berbobot di atas 150 gros ton akan mampu secara cepat memenuhi kebutuhan bahan baku industri dengan kualitas prima.

Menurut dia, sekadar membagi rute kapal angkut yang disesuaikan dengan potensi sumber daya ikan setiap wilayah pengelolaan perikanan (WPP) justru berisiko memicu konflik.

"Buatlah aturan yang memberi solusi terhadap pelemahan produksi, ekspor. Tidak usah bergantung pada lembaga lain. Ini [pengaktifan kapal angkut ikan nasional berukuran besar] lebih instan, lebih cepat terjadi," katanya, Jumat (2/2/2018).

Ady menyebutkan setidaknya lima manfaat yang dapat dipetik jika pola pengangkutan ikan yang dulu ada dikembalikan. Selain kapal angkut yang memadai, pola itu mencakup pula alih muatan di tengah laut (transshipment) yang legal, diatur, dilaporkan.

Pertama, persoalan ketersediaan bahan baku dan mutu dapat diselesaikan. Pola kemitraan dengan nelayan setempat pun berjalan. Pasalnya, pengurusan surat izin kapal pengangkut ikan (SIKPI) mempersyaratkan keterangan kepala dinas perikanan setempat, di mana kapal pengangkut beroperasi. Surat itu menerangkan pula daftar nelayan yang bermitra dengan pemilik kapal angkut bermitra.

Kedua, kapal pengangkut yang sudah menampung ikan dari nelayan mitra akan kembali ke pangkalan atau menurunkannya di kantong-kantong industri. Kapal itu membayar retribusi kepada pemerintah daerah yang menjadi lokasi penangkapan.

Ketiga, konsep transshipment akan menjaga kualitas ikan saat didaratkan sehingga memenuhi kualifikasi industri dan ekspor.

Keempat, transshipment juga memenuhi persyaratan pasar yang membutuhkan ketertelusuran (traceability). Dengan demikian, pasar Eropa tidak perlu lagi mencemaskan asal-muasal ikan yang ditangkap menggunakan kapal kecil karena telah didaftar dan dicatat oleh pengawas pelabuhan.

Kelima, transshipment dengan kemitraan nelayan akan menghemat konsumsi BBM. Dia memberi gambaran, jika 5 kapal penangkap ikan beroperasi tanpa transshipment dengan waktu melaut satu pekan, maka total akan ada 40 perjalanan pergi dan pulang (voyage) dalam sebulan. Jika transshipment dilakukan, maka total hanya akan ada 10 voyage dalam sebulan. Dengan demikian, 75% penggunaan BBM dapat dihemat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Sri Mas Sari

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper