Bisnis.com, JAKARTA - Mezzanine, meski tampak sederhana sebagai bagian dalam bangunan, perhitungan strukturnya tak pernah sederhana sama sekali. Jika terjadi salah perhitungan dalam pembangunannya, persoalan nyawa jadi taruhan.
Masih lekat dalam ingatan bagaimana rontoknya mezzanine lantai 1 di Towe II Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) beberapa waktu lalu. Tak disangka-sangka, puluhan mahasiswa yang tengah berdiri di area tersebut harus ikut terjun bersama lantai mezzanine yang rubuh.
Ahli Rekayasa Struktur ITB Prof. Iswandi Imran mengatakan, setidaknya ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam struktur mezzanine pada gedung dengan aktivitas tinggi seperti BEI, yakni kekakuan, durability, dan service ability.
Pertama, dari aspek kekakuan mezzanine harus memerhatikan efek dinamisnya. Iswandi mengatakan bahwa struktur mezzanine seharusnya memiliki frekuensi natural tiga kali lebih besar dari pada frekuensi eksitasi dinamis yang ditimbulkan oleh aktivitas lalu lalang manusia.
“Orang yang berjalan bisa menimbulkan eksitasi dinamis itu sebesar 2-3Hz, artinya dua sampai tiga langkah perdetik. Sistem struktur yang kita pilih, frekuensi naturalnya, minimum sebesar 6-9Hz,” jelasnya.
Kedua, dari sisi durability mezzanine seharusnya dirancang agar bisa menahan beban minimum sebesar 500kg/meter persegi. Besaran beban tersebut merupakan standar yang berlaku secara nasional di Indonesia.
Baca Juga
“Angka ini [500kg/meter persegi] digunakan sebagai dasar untuk merancang sistem strukturnya nanti, bagaimana caranya supaya bisa menahan beban sebesar itu,” ujarnya.
Beban yang dimaksud oleh Iswandi baru beban hidup, belum termasuk beban mati yang dihitung berdasarkan beban material pada mezzanine. Beban dari material seperti keramik, besi, dan kayu tidak termasuk ke dalam perhitungan beban mati ini.
Ketiga, aspek service ability atau kemampuan untuk memberikan umur layan yang panjang. Hal ini ditentukan oleh perhitungan sistem struktur secara keseluruhan yang digunakan. Selain itu, faktor perawatan rutin juga menjadi bagian penting dalam aspek ini.
“Sistem strukturnya harus bisa memberikan umur layan yang panjang supaya tidak mudah kendor dan bergoyang. Tentuya itu ada hitung-hitungannya supaya tidak mudah fatigue dan kendur dan tidak mudah korosi juga,” jelasnya.
Ketiga aspek tersebut menurut Iswandi dapat dituangkan dalam desain sistem mezzanine apapun, baik menggunakan sistem menggantung dengan hanger seperti pada gedung BEI ataupun dengan menggunakan kolom penyangga dari bawah.
Dalam kadar tertentu, Iswandi mengatakan sistem struktur mezzanine menggantung dianggap lebih menarik. Namun, pada dasarnya kedua pilihan sistem yang ada bergantung kembali kepada desain arsitektur dan kondisi bangunan secara keseluruhan.
“Sistem apapun yang dipilih sebenarnya tidak ada masalah, asalkan sesuai dengan perhitungan tadi.” tegasnya.
Untuk material yang digunakan Iswandi menuturkan bahwa saat ini sudah tersedia berbagai macam material konstruksi yang modern. Untuk struktur menggunakan hanger, menurutnya bisa menggunakan strand yang terbuat dari kawat baja karbon. Sementara untuk mezzanine dengan kolom penyangga, kolom dari baja dan beton bertulang bisa jadi pilihan.
“Banyak pilihan sebenarnya, dari variasi sifat-sifat mekanisnya kita bisa pilih sesuai kebutuhan,” ujar pria yang saat ini menjabat sebagai Kepala Pusat Rekayasa Struktur Industri ITB tersebut.