Bisnis.com, JAKARTA—Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia mendukung terbentuknya Badan Pengelolal Dana Perkebunan untuk komoditas tebu.
Diharapkan BPDP bisa menjadi penopang peningkatan produktivitas tebu dalam negeri.
Sekretaris Jenderal DPP-APTRI Anwar Asmali menyebutkan pembentukan BPDP untuk komoditas tebu ini memang sangat diperlukan. Sebabnya, hingga kini Indonesia masih belum bisa mengekspor gula sebagai produk utama dari tanaman tebu.
“Saya kira perlu ya cara seperti itu karena kita jujur sajalah mengakui bahwa dengan cara seperti itu komoditas sawit yang sudah berjalan ternyata kan bisa menolong dirinya juga. Sementara kita tahu bahwa impor gula itu juga ada margin yang sama sekali tidak berdampak bagi petani,” katanya ketika dihubungi Bisnis, Rabu (2/14/2018).
Dengan dukungan penataan impor dan pemanfaatan dana BPDP untuk pembinaan petani serta perbaikan pabrik gula dalam negeri diharap bisa memperkuat produksi tebu dan hasil olahannya.
Dengan begitu impor gula bisa semakin ditekan dan ketergantungan akan produk gula dari luar negeri bisa diakhiri.
Baca Juga
Kendati mendukung dibentuknya BPDP, menurutnya, pemungutan akan lebih tepat jika dikenakan pada impor gula.
Pasalnya, hingga saat ini Indonesia belum bisa melakukan ekspor gula hasil olahan tebu.
Belum lagi, harga gula impor yang lebih murah dari gula dalam negeri memungkinkan adanya penyisihan dana. Hasil penyisihan dana bisa dimanfaatkan untuk kepentingan petani tebu dan industri gula dalam negeri.
“Saya setuju dari impornya karena selisih harga gula di luar dan di dalam, lebih murah di luar. Itu yang kemudian menekan kita petani semakin terpuruk dengan banyaknya impor, dan impor gula dari tahun ke tahun juga makin naik terus,” katanya.
Adapun peraturan pemerintah nomor 24/2015, pasal 4 menyebutkan ada empat sumber pemasukan dana yang memungkinkan untuk BPDP yakni pelaku usaha perkebunan, dana lembaga pembiayaan, dana masyarakat, dan dana lain yang sah.
Dana yang bersumber dari pelaku usaha perkebunan dalam peraturan tersebut meliputi pungutan atas ekspor komoditas perkebunan strategis dan iuran dari pelaku usaha perkebunan.
Adapun pungutan atas ekspor komoditas perkebunan strategis yang dimaksud wajib dibayar oleh pelaku usaha perkebunan yang melakukan ekspor komoditas perkebunan dan atau turunannya, pelaku usaha industri berbahan baku hasil perkebunan serta eksportir komoditas perkebunan dan/atau turunannya.
Adapun komoditas turunan yang dimaksud ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.
Namun, karena keadaan industri gula saat ini, Anwar lebih setuju jika pungutan dikenakan pada impor.
“Yang dipungut itu yang impornya, dikenakan biaya. Katakanlah [hasil pungutan] diberikan bantuan kepada petani dalam bentuk sarana produksi , atau perbaikan revitalisasi pabrik gula. Saya kira dari situ,” tegasnya.
ATURAN PUNGUTAN
Sementara itu, dalam peraturan yang sama juga disebutkan ketentuan mengenai pungutan sebagaimana dimaksud akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.
Besaran iuran dari pelaku usaha perkebunan ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara badan pengelola dana dengan pelaku usaha perkebunan untuk memupuk dana bagi pengembangan perkebunan yang berkelanjutan.
Iuran dari pelaku usaha perkebunan dapat diterapkan secara berkala atau sewaktu-waktu dan iuran tersebut hanya dikenakan kepada perusahaan perkebunan dan tidak dikenakan kepada pekebun.