Usai memberikan Orasi Ilmiah dalam rangkaian Dies Natalis ke-68 dan seremoni Wisuda Universitas Indonesia pada akhir pekan lalu, Sabtu (3/2), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun mengenang masa menjajaki bangku kuliah pertamanya dulu.
Masuk di jurusan Ekonomi Studi Pembangunan pada 1981, Universitas Indonesia atau UI baginya sangat kosmopolitan. Dalam artian kampus ini berhasil membawa warna ke-Indonesiaan dalam menuntun mahasiswanya selalu berfikir untuk negara.
"Dulu 1981 itu kampus saya bukan di Depok tapi Salemba karena belum pindah. Saya dari Semarang jadi kayak orang desa masuk Ibu Kota," katanya.
Sri Mulyani mengemukakan ketika berkuliah di UI dirinya pun menjadi terbuka terhadap isu nasional dan internasional. Hal ini, menurutnya, yang menjadi UI dengan kampus lain.
Keterbukaan dan akses pada wawasan tersebut, dianggap Sri Mulyani sebagai pembelajaran bagi dirinya yang berasal dari daerah.
Perempuan kelahiran Bandar Lampung, 26 Agustus 1962 ini juga masih mengingat jelas tokoh-tokoh guru yang cukup membanggakan. Dia menyebut beberapa nama yang sempat menjadi dosennya yakni Profesor Soemitro Djojohadikoesoemo ayah dari Prabowo Subianto, Profesor Subroto, Profesor Emil Salim, dan almarhum Profesor Sadli.
"Ada juga Profesor Marlin, mereka teknokrat yang bisa menyatukan bekerja di pemerintah sebagian besar adalah menteri, lalu yang sudah berhasil belajar di luar negeri kemudian kembali ke kampus sehingga menjadi campuran yang sangat menyenangkan untuk saya," ujarnya.
Alhasil kala itu, dirinya pun tidak hanya mendapat bahan belajar dari buku teks ekonomi yang mayoritas juga berasal dari Amerika Serikat. Sebab, pendidikan langsung dari pengajar profesional dengan pengalamannya masing-masing tetap kental dan berhasil membawa konteks isu Indonesia.
Dari sisi kegiatan kampus, Sri Mulyani pun membagi pengalamannya saat berhasil membuat sejumlah kegiatan mahasiswa mulai dari pesta buku, hingga mendatangkan musik jazz goes to campus.
"Suasana mahasiswa kita banyak kegiatan dan cinta. Sekarang jadi sangat historis kegiatan Jazz Goes to Campus sebelumnya belum ada kami memulai di Fakultas Ekonomi," kata Mantan Direktur Bank Dunia itu.
Tak hanya itu, kegiatan mahasiswa kala itu juga kerap menjadi ajang kritik sosial baik melalui nyanyian atau kegiatan usaha kecil menengah. Sri Mulyani dan teman-temannya juga membuat tempat khusus bagi anak-anak sekitar kampus yang tidak mampu bersekolah.
Dengan demikian, kegiatan tidak hanya sebatas bersenang-senang tetapi menjadi kombinasi dengan kepekaan sosial.
Sri Mulyani menuturkan pada masanya sekolah belum ada koneksi Internet yang mudah seperti saat ini, sehingga menurutnya tantangan bagi anak muda sekarang jauh lebih berat.
Dirinya pun berpesan saat ini pilihan kembali lagi pada masing-masing penerus bangsa. Sebab untuk menjawab itu, anak muda tidak perlu beraktivitas fisik, sehingga pilihannya adalah terganggu atau tertantang.
Meski menurutnya, tantangan teknologi memang tidak bisa dijawab oleh diri sendiri. Seperti dalam pemerintah, ketika akan menentukan kebijakan pasti tergantung pada inisiatif dan kreasi dari swasta dan akademi.
"Pemerintah bisanya dimotori oleh ide. Ide biasanya muncul di dunia akademik dan swasta. Namun, menurut saya, peranan filantropis dan swasta itu masih lemah, banyak orang kaya di Indonesia membuat filantropis sendiri dan tidak memperkuat universitas tempat sekolah mereka dulu," katanya.
KERJA SAMA
Sri Mulyani pun kembali menegaskan pemerintah saat ini akan siap bekerja sama dengan semua pihak guna mengatasi berbagai persoalan yang berkembang dengan kemajuan teknologi yang ada.
Saat ini, kata Sri Mulyani, dunia sudah memasuki era digital dengan perubahan menuju arah otomasi mengawali revolusi industri 4.0. Perkembangan inovasi otomasi seperti robot, artificial intelegensi, dan modifikasi genetik berhasil menciptakan dunia yang berbeda dari sebelumnya.
Bahkan studi McKinsey menyebut dalam 5 tahun ke depan, 52,6 juta jenis pekerjaan akan digantikan mesin. Pada sisi lain, akan menciptakan 3,7 juta pekerjaan baru dalam 7 tahun mendatang dengan mayoritas sektor jasa.
Sri Mulyani mengatakan potensi Indonesia untuk berpengaruh ke dunia sangat besar. Dengan 85 juta jumlah penduduk yang terhubung Internet menjadikan peluang dan potensi tinggi generasi millennial Indonesia menjadi pemimpin dalam industri perdagangan daring dan ekonomi digital.
"Sebut saja Tokopedia, Bukalapak, Gojek, Ruang Guru, dan start up lain yang terus tumbuh," katanya.
Meski demikian, ekosistem digital ekonomi Indonesia masih relatif kecil dibandingkan dengan potensi dan segenap kelebihan yang dimiliki bangsa ini.
Pemerintah pun sudah memahami pentingnya perkembangan perekonomian digital bagi masa depan Indonesia. Pemerintah akan terus mendukung munculnya inovasi dan perkembangan teknologi untuk optimalisasi potensi.
Sri Mulyani menilai Indonesia dapat meraih potensi digitalnya dengan melakukan ekspansi atas triple access yakni akses pasar ke orang, akses ke modal, dan akses ke talenta. Hal itu pun akan mudah dilakukan dengan pendekatan triple helix yakni sinergi antara akademisi, pemerintah, dan swasta. Namun, ke depannya akan berubah menjadi pendekatan N-helix karena pemangku kepentingan akan semakin banyak.
Sri Mulyani menambahkan, pada 25 Januari 2018 pihaknya sudah melakukan hal tersebut bersama Melinda Gates dan Strive Masiyiwa dan anggota komisioner lain termasuk Nadiem Makarim meluncurkan inisiatif Pathway for Prosperity. Suatu inisiatif kerja sama N-Helix untuk membahas isu perubahan teknologi dan dampaknya bagi negara berkembang.
Adapun persoalan lain, belanja penelitian dan pengembangan di Indonesia masih sangat tertinggal jika diukur dari proporsi terhadap GDP. Korea Selatan 4,1%, Jepang 3,5%, Finlandia 3,3%, China 2,0%, Singapura 2,0%, Malaysia 1, 1%, dan Indonesia hanya 0,21% pada 2016.
"Sehingga tidak hanya dari segi jumlah anggaran, tetapi cara kita membelanjakan anggaran pendidikan, penelitian, dan pengembangan perlu diubah dengan fokus pada kerja sama dan insentif pada pihak swasta," katanya.