Bisnis.com, JAKARTA - Kegiatan importasi diprediksi bergairah bahkan cenderung tumbuh menyusul adanya kebijakan pergeseran pemeriksaan impor yang terkena aturan larangan dan pembatasan (lartas) dari sebelumnya dilakukan di cross border atau kawasan pabean/pelabuhan menjadi bisa dilakukan gudang pemilik/pabrik di luar pelabuhan (post border) mulai Kamis (1/2/2018).
Sekjen BPP Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Erwin Taufan mengungkapkan importir senang dengan adanya kebijakan itu lantaran barang impor khususnya bahan baku untuk industri juga bisa lebih cepat keluar pelabuhan dan bisa menekan angka dwelling time.
“Ini kan baru diterapkan per awal bulan ini.Yang kami rasakan sangat positif dan prediksinya impor akan makin bergairah. Kita akan lihat dalam dua atau tiga bulan kedepan,” ujarnya kepada Bisnis pada Kamis.
GINSI, lanjutnya, mulai memantau perkembangan implementasi pemeriksaan dari cross border ke post border terhadap barang impor yang terkena aturan lartas dari kementerian dan lembaga (K/L) terkait di sejumlah pelabuhan ekspor impor Indonesia. “Kita cross check tadi ke anggota belum ada kendala.”
Ketika dikonfirmasi Bisnis, Direktur Tehnis Kepabeanan dan Cukai Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu Fajar Doni mengatakan pihaknya tetap memberikan dukungan dalam proses pemeriksaan di post border.
Dia menjelaskan dukungan itu berupa tetap melakukan pemeriksaan pabean/fisik barang berdasarkan manejemen risiko, penelitian tarif dari nilai pabean yang menyangkut ketepatan kode harmonize system (HS), dan hasil penelitian akan dinotifikasi kepada kementerian dan lembaga (K/L) melalui portal INSW (Indonesia National Single Window).
Sementara itu, kondisi aktivitas importasi melalui pelabuhan Tanjung Priok Jakarta yang notabene menangani lebih dari 65% ekspor impor nasional, masih berjalan lancar sejak diterapkannya aturan post border mulai hari ini.
“Belum ada kendala, saya sudah tanyakan ke sejumlah importir anggota kami masih lancar-lancar saja.Kita akan pantau terus perkembangannya,” ujar Ketua BPD GINSI DKI Jakarta, Subandi.
Hal senada dikemukakan Sekretaris Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta Adil Karim. Dia mengatakan forwarder selama ini mewakili pemilik barang dalam pengerjaan pengurusan dokumen importasi di pelabuhan.
“Masih lancar, belum ditemui kendala dengan adanya pergeseran pemeriksaan barang lartas dari sebelumnya di border ke post border,” ujarnya.
Adil mengatakan justru yang masih membingungkan pelaku usaha saat ini adalah, ketika dilakukan pemeriksaan di post border oleh K/L, standar operasional prosedurnya seperti apa.
“Meskipun barang sudah keluar pelabuhan dan ada di gudang importir, kan tidak bisa langsung digunakan kalau pemeriksaan K/L belum dilakukan,” ujarnya.
Untuk tata niaga perdagangan dan menggairahkan ekonomi nasional, pemerintah menyederhanakan /memangkas jenis barang yang terkena aturan lartas sesuai kode HS-nya.
Selama ini dari 10.826 kode HS terdapat sekitar 48% persen yang masuk kategori lartas, dan kini dipangkas dengan target tersisa hingga 20%-an saja.
Aturan lartas yang tertuang dalam kode HS importasi merupakan verifikasi persyaratan yang selama ini dititipkan pengawasannya dari sejumlah instansi dan kementerian terkait kepada instansi Ditjen Bea dan Cukai sehingga dilakukan pemeriksaan di dalam pelabuhan (border) oleh petugas dokumen analizyng point ditiap-tiap kantor Bea dan Cukai yang berada di pelabuhan.