Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BERAS MEDIUM MAHAL: Rizal Ramli Angkat Bicara Soal Inpres Nomor 5 Tahun 2015

Bulog diminta lebih aktif dalam menjaga stabilisasi harga beras dengan perannya dalam mengintervensi pasar.
Pedagang menyortir beras sebelum didistribusikan di Pasar Induk Cipinang Jakarta. /Bisnis-Dwi Prasetya
Pedagang menyortir beras sebelum didistribusikan di Pasar Induk Cipinang Jakarta. /Bisnis-Dwi Prasetya

 

Bisnis.com, JAKARTA-- Bulog diminta lebih aktif dalam menjaga stabilisasi harga beras dengan perannya dalam mengintervensi pasar. 

Mantan Kepala Bulog Rizal Ramli mengatakan seharusnya Bulog dapat lebih proaktif dalam menyiapkan stok beras yang ada.

Menurutnya permasalahan yang terjadi sekarang ini terjadi karena beberapa hal.

Pertama, seharusnya Bulog pada 2017 membeli 2-2,5 juta ton beras dari petani tetapi tidak dilakukan dan hanya membeli 58% dari kewajiban 2-2,5 juta ton. Hal tersebut menurutnya dilakukan dalam waktu yang sangat sempit.

"Ada beberapa masalah yaitu Inpres No.5/2015 menetapkan harga pembelian gabah. Biasanya setiap tahun, ini diganti. Jadi petani, pedagang, konsumen untung. Memang aneh Inpres 2015 ini belum diganti, harusnya diganti setiap tahun," jelasnya, Senin, (15/1).

Kedua, data di bidang perberasan banyak sekali dan tidak sinkron satu sama lain atau ada ego sektoral. Menurutnya menjadi peran penting dari Kemenko Perekonomian dalam menentukan data mana yang digunakan.

"Harusnya dirapatkan, basis datanya," katanya.

Menurutnya, pemerintah seharusnya mengurus beras yang dikonsumsi masyarakat banyak yaitu beras medium. Menurutnya kebijakan impor saat ini dinilai tidak tepat.

"Stop lah impor," ujarnya.

Dia mengatakan stok yang ada saat ini mungkin cukup untuk kalangan menengah bawah karena masih ada 950.000 ton. Namun, untuk kelas yang lain bisa tidak ada.

"Negara urusannya stabilisasi pada harga medium, bukan pada kelas beras yang super premium, beras-beras khusus," ujarnya.

Dia menambahkan menjelang panen besar pada Februari dan Maret 2018, sebetulnya masih dapat diatasi.

"Tapi Bulog harus aktif, stok itu harus dilempar ke beberapa daerah yang kemahalan, Medan, Jakarta, harus dilempar stoknya," ujarnya.

Namun, menurutnya jika tapi stok tersebut ditahan terus maka akan mengakibatkan harga naik dan merugikan konsumen.

"Ini harus diimbangi kepentingan konsumen dengan kepentingan petani," katanya.

Persoalan lainnya adalah ketika impor terus dilakukan namun stok beras disimpan terlalu lama yaitu empat hingga lima tahun di gudang akan menurunkan kualitas beras itu sendiri.

"Kalau stok management bagus, stok sepasnya saja," katanya.

Menurutnya Indonesia sebagai negara yang beruntung karena iklim yang mendukung untuk pertanian.

"Beras dan pangan harusnya tidak boleh kekurangan, harusnya bisa jadi gudang pangan di Asia," ujarnya.

Menurutnya pemerintah juga dapat membuat rancangan membangun sawah 1-2 juta hektar untuk tambahan stok beras di Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Membramo di Papua.

"Kalau sampai dua juta hektar, kira-kira 6-8 juta ton, kita fluktuasi 1-2 juta ton, bisa ekspor, jadi gudang beras Asia," katanya.

Seperti diketahui harga gabah yang mengalami peningkatan bahkan hingga mencapai Rp6.000/kg, menyulitkan kalangan produsen untuk memproduksi beras medium, karena biaya produksi yang terkerek.. Sementara itu, pemerintah menetapkan harga eceran tertinnggi (HET) dalam beleid Permendag No. 57/2017 sebesar Rp9.450/kg.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Agne Yasa

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper