Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kurangi Impor, Bio Farma Perkuat Riset Vaksin

Bio Farma akan memperkuat riset untuk menambah jenis vaksin yang dapat diproduksi di dalam negeri dan mengurangi impor.
Aktivitas peneliti di Laboratorium Riset dan Pengembangan di Gedung PT Bio Farma (Persero), di Bandung, Jawa Barat, Jumat (15/7). /Antara
Aktivitas peneliti di Laboratorium Riset dan Pengembangan di Gedung PT Bio Farma (Persero), di Bandung, Jawa Barat, Jumat (15/7). /Antara

Bisnis.com, Jakarta—Bio Farma akan memperkuat riset untuk menambah jenis vaksin yang dapat diproduksi di dalam negeri dan mengurangi impor.

Plt. Direktur Utama Biofama Juliman mengatakan perusahaan menargetkan anti-difteri serum dapat diperkenalkan ke pasar pada akhir tahun ini atau awal tahun depan.

Selain itu, kata Juliman pekan lalu, pihaknya menargetkan vaksin penyakit tifoid dapat diluncurkan paling lambat pada 2020. Biofama juga tengah mengembangkan bebagai antiracun yang juga diharapkan segera dapat masuk ke pasar.

“Biaya penelitian kami puluhan miliar sampai ratusan miliar setiap tahun, jumlahnya sangat relatif dengan seberapa besar kemajuannya. Kami mengikuti dunia. Contoh jika polio dinyatakan habis oleh pemerintah maka kami tidak akan memproduksi polio lagi. Maka kami akan hadirkan produk lain sesuai kebutuhan dunia,” katanya.

Bio Farma (Persero) menargetkan dapat membukukan pendapatan Rp3,3 triliun hingga akhir 2018.

Tahun lalu produksi vaksin yang dihasilkan perusahaan mencapai 2 miliar dosis dengan estimasi pendapatan sebelum audit Rp3 triliun. Adapun pada 2018 ini pihaknya mengharapkan pertumbuhan minimal 10%.

“Saat ini kami akan mengembangkan fasilitas baru di lingkungan Bio Farma karena kami ingin meningkatkan produksi,” kata Juliman.

Dengan estimasi ini maka perusahaan mengharapkan dapat membukukan laba minimal sama dengan capaian tahun lalu sekitar 17% dari pendapatan. Saat ini produk Bio Farma telah menjangkau 136 negara di dunia. Perusahaan juga melayani kebutuhan vaksin di 50 negara yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).

Pada 2018, perusahaan akan menunda ekspor untuk vaksin difteri karena kebutuhan di dalam negeri yang melonjak, seiring pernyataan kejadian luar biasa (KLB) yang ditetapkan pemerintah.

“Kami akan memproduksi 19 juta dosis tahun ini. Biasanya 15 juta dosis. Kami yakin ini cukup dan kami harapkan tidak perlu impor,” katanya.

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian optimistis industri farmasi dalam negeri dapat tumbuh melebihi pertumbuhan sepanjang tahun lalu.

Direktur Industri Kimia Hilir Kemenperin Taufiek Bawazier mengatakan industri farmasi di Indonesia masih menjanjikan. Sepanjang tahun lalu, pada kuartal I industri farmasi tumbuh 7,8% dengan kontribusi ke produk domestik bruto (PDB) mencapai Rp45 triliun.

Pada  kuartal II, industri farmasi tumbuh 7,3% dengan kontribusi terhadap PDB senilai Rp46 triliun, tetapi pada kuartal ketiga industri ini mengalami perlambatan sebesar 3,28% dengan nilai kontribusi terhadap PDB yang tetap di angka Rp46 triliun. 

Untuk kuartal akhir 2017, Kemenperin meyakini industri farmasi tumbuh 6% hingga 7% dengan sumbangan terhadap PDB sekitar Rp47 triliun. Dengan demikian, pertumbuhan secara kumulatif pada 2017 diproyeksikan sebesar 6% dengan kontribusi ke PDB di atas Rp180 triliun. Angka tersebut meningkat dibandingkan dengan sumbangan ke PDB pada 2016 senilai Rp173 triliun

“Untuk 2018, industri farmasi akan tumbuh sekitar 6,46%,” ujarnya

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Anggara Pernando
Editor : Ratna Ariyanti

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper