Bisnis.com, YANGON - Lahan seluas hampir satu hektare itu ditumbuhi rumput yang tinggi. Seolah tak terurus. Padahal di atas dibangun gudang milik Medi Myanmar Group, sebuah kelompok usaha yang cukup tenar di Myanmar.
"Yang harus diperhatikan adalah dari mana sumber air," kata Adhitya Dhanwantara, Komisaris Rajawali Nusantara (RNI) kepada Presdir PT Phapros Tbk. Barokah Sri Utami ketika meninjau lokasi itu Kamis (21/12/2017).
Komisaris Utama PT Phapros Tbk. M. Yana Adhitya mencermati pembicaraan kedua eksekutif itu. Mengapa tiga bos dari Jakarta itu sangat cermat memperhatikan setiap sudut bangunan dan lahan di kawasan industri itu?
Maklum, PT Phapros Tbk, anak Perusahaan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) (RNI), yang bergerak dalam bidang industri farmasi dan alat kesehatan menggandeng raksasa farmasi asal Myanmar, Medi Myanmar Group, melalui pembentukan usaha bersama pengembangan bisnis farmasi dan alat kesehatan.
Kelak, di atas lahan itulah dibangun pabrik farmasi hasil kerja sama Indonesia dan Myanmar. Jika terwujud, ini menjadi momentum bersejarah.
Kerja sama tersebut ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman oleh Direktur Utama PT Phapros Tbk Barokah Sri Utami dan Pendiri Medi Myanmar Group Win Si Thu, Kamis, 21 Desember 2017, di Yangon, Mayanmar.
Penandatanganan MoU yang dihadiri Duta Besar RI untuk Myanmar Ito Sumardi, Direktur Keuangan PT RNI yang juga Komisari Utama PT Phapros Tbk M. Yana Aditya, serta Komisaris PT RNI Aditya Dhanwantara. Sebelumnya Phapros sudah merambah pasar Kamboja, Filipina, dan Vietnam.
Emmy, begitu panggilan akrab Barokah Sri Utami, mengatakan bahwa usaha patungan yang dibentuknya akan fokus pada pendirian pabrik. Pada tahap awal, pabrik tersebut disiapkan untuk memproduksi tablet dan kapsul nonantibiotik, sebelum kemudian secara perlahan masuk ke arah pengembangan parenteral.
“Kami tengah siapkan kajiannya. Sambil menunggu pabrik beroperasi akan dijajaki peluang ekspor OTC atau obat bebas yang dapat dijual tanpa resep dokter,” ungkapnya.
Farmasi Terkemuka
Medi Myanmar Group merupakan salah satu perusahaan farmasi terkemuka di Myanmar yang telah berdiri sejak 1991 dengan bisnis utamanya adalah importasi, marketing dan distribusi produk-produk farmasi dari berbagai perusahaan ternama. Medi Myanmar Group telah berhasil meregistrasi 530 produk baik etikal ataupun OTC yang keseluruhannya sudah sesuai dengan Myanmar FDA guideline dan ACTD.
Win Si Thu bercerita bahwa saat ini perusahaan yang memiliki 20 cabang yang tersebar di berbagai kota di Myanmar tersebut telah menyiapkan lahan di wilayah Yangon Industrial Estate seluas 2 Ha. “Kedua lahan tersebut diperiapkan sebagai lokasi pabrik yang akan dikerjasamakan,” ungkapnya.
Menurut Emmy, Phapros juga tengah melakukan penjajakan kerja sama dengan beberapa partner bisnis dan perusahaan farmasi Myanmar lainnya. “Kami coba jajaki kerja sama ekspor di Myanmar guna memperluas cakupan area distribusi Phapros yang sebelumnya sudah merambah negara-negara Asia Tenggara, Asia Tengah, dan Afrika,” kata wanita berkerudung itu.
Sementara itu, menurut Yana Aditya, melalui kerja sama ini Phapros dan Medi Myanmar Group akan menggarap industri farmasi dan alat kesehatan di Myanmar yang kini tengah menggeliat. “Bagaimana tidak, saat ini 90% produk farmasi yang beredar di Myanmar masih mengandalkan impor, di mana sebanyak 45% di antaranya didatangkan dari India, 35% dari Thailand, dan 10% dari Bangladesh dan Pakistan,” ungkapnya usai menyaksikan penandatanganan MoU.
Yana menilai banyak hal strategis yang dapat dikerjasamakan kedua belah pihak, mulai dari manufaktur, transfer teknologi, pengembangan SDM di bidang farmasi, hingga ekspor-impor. Menurutnya, saat ini pangsa pasar farmasi di ASEAN masih terbuka lebar, berdasarkan data Kementerian Perindustrian total pasar farmasi ASEAN sebesar US$17,4 miliar. Sebagai perbandingan, pada tahun 2017 nilai pasar produk farmasi di Indonesia sekitar US$4,7 miliar atau setara 27 persen dari total pasar farmasi di ASEAN.
Kerja sama anak perusahaan BUMN dengan perusahaan Myanmar ini disambut baik oleh Duta Besar RI untuk Myanmar Ito Sumardi. Ia mengatakan, kerja sama yang dilakukan Phapros adalah langkah yang positif, mengingat sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di ASEAN pada 2016 sebesar 6,5%. Myanmar memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi negara tujuan investasi.
Menurut laporan Bank Dunia yang bertajuk East Asia and Pacific Economic Update, ekonomi Myanmar sendiri diprediksi akan naik ke angka 6,9% pada 2017 dan 7,2% di 2018, naik dari 6,5% pada 2016. Hal ini sejalan dengan kenaikan belanja infrastruktur dan reformasi struktural akan mampu mendatangkan banyak investasi asing.
Adapun capaian kinerja Phapros sampai dengan kwartal ketiga tahun 2017 mencatatkan laba bersih Rp 72 miliar atau tumbuh 38% dibanding periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan laba bersih tersebut sejalan dengan peningkatan penjualan selama periode Januari sampai Juni sebesar 16,6%. Pertumbuhan penjualan tersebut terjadi di semua portofolio produk obat Phapros, baik obat jual bebas, obat generik, maupun etikal. Tahun ini, Phapros menargetkan pendapatan Rp 1 triliun dan laba bersih hingga Rp 100 miliar.
PT Phapros, Tbk adalah perusahaan farmasi terkemuka di Indonesia yang berdiri pada 21 Juni 1954. Dengan komposisi saham sebesar 56% dimiliki oleh PT RNI sedangkan sisanya dimiliki oleh publik. Saat ini Phapros memproduksi lebih dari 250 item obat, di antaranya adalah obat hasil pengembangan sendiri dan salah satu produk unggulan Phapros yang menjadi pemimpin pasar di kategorinya adalah Antimo.
Nah, Antimo mulai masuk Myanmar. Meskipun belum beredar di pasar, para konglomerat yang ditemui Emmy mendapatkan obat antimabuk itu sebagai hadiah yang dibawanya dari Jakarta. Jika kelak kerja sama itu menjadi kenyataan mungkin lagu iklannya juga populer seperti halnya di Tanah Air.
Antimo obat anti mabuk
mabuk laut darat dan udara
minumlah sebelum bepergian
Antimo menyenangkan perjalanan Anda...