Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar meminta harga listrik Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung di atas Waduk Cirata, Jawa Barat lebih murah dibandingkan dengan harga listrik energi baru terbarukan lainnya.
PLTS Terapung Cirata berkpasitas 200 megawatt (MW) akan dikelola oleh perusahaan asal Uni Emirat Arab Masdar dan anak perusahaan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Pembangkitan Jawa Bali l. Nantinya porsi saham akan dibagi dengan porsi Masdar 49% dan Pembangkitan Jawa Bali 51%.
Di wilayah Jawa Barat, tarif jual listrik dari pengembang swasta atau independent power producer (IPP) kepada PLN mencapai US$6,51 sen per kilowatt hour (kWh). Harga listrik itu mengacu pada maksimal 85% dari biaya pokok produksi (BPP) PLN setempat yang diatur dalam Peraturan Menteri ESDM no.50/2017 tentang Pemanfataan Energi Baru Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Keputusan pemerintah soal harga jual listrik dari PLTS terapung harus lebih murah berdasarkan beberapa alasan.
Pertama, PLTS tersebut tidak membutuhkan biaya pembelihan ataupun penyewaan lahan karena dibangun di atas waduk.
Kedua, perusahaan pengembang tersebut mengaku tidak mempermasalahkan harga listrik yang lebih murah. Hanya saja, mereka masih menghitung ulang berapa harga listrik yang sesuai.
Presiden Direktur PJB Iwan Agung Fistantara mengatakan pihaknya dan Masdar akan menghitung berapa harga jual listrik yang ekonomis agat tetap mengedepankan efisiensi dan perusahaan bisa untung.
"Proses PPA akan segera dilakukan. Kita masih menghitung berapa harga jual listriknya," katanya, Selasa (28/11).
Senada dengan hal itu, CEO Masdar Mohammed Jameel menjelaskan bahwa pihaknya tidak keberatan dengan permintaan pemerintah Indonesia itu. "Kita komitmen akan terhadap pemerintah agar harganya kompetitif," katanya.
Nilai investasi proyek tersebut mencapai US$300 juta yang ditargetkan masuk tahap konstruksi pada tahun depan. PLTS Cirata merupakan PLTS terapung pertama di Indonesia. Hal ini juga upaya untuk meningkatkan bauran energi baru terbarukan mencapai 23% pada 2025.
Sementara itu, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Bidang Energi Baru Terbarukan Halim Kalla menilai Indonesia perlu mencontoh Uni Emirat Arab dalam mengembangkan energi terbarukan khususnya membangun pembangkit listrik tenaga surya. Namun, di negara Timur Tengah itiu pengembang diberi beberapa insentif.
Halim Kalla mengatakan, insentif yang dimaksud adalah bunga pinjaman rendah di bawah 5% dan pengenaan pajak rendah dan tersedianya lahan.
"Insentif pajak dan lahan itu penting, finansial juga penting. Kalau tanpa bunga rendah 5% itu tidak jalan," katanya.
Hingga saat ini pemanfataan PLTS secara nasional tahun 2017 baru mencapai 80 MW. Target pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) fotovoltaik terpasang 6.400 megawatt pada 2025.