Bisnis.com, JAKARTA—Haris Munandar, Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian, menjelaskan penghitungan potongan pajak yang diusulkan oleh pihaknya akan didasarkan oleh besaran investasi yang telah dikeluarkan suatu perusahaan, baik untuk pengembangan inovasi melalui riset dan pengembangan, maupun untuk pendidikan vokasi.
"Misal suatu perusahaan mengeluarkan investasi Rp500 juta untuk vokasi, dia dapat insentif 200% yang dihitung dari investasi, jadi Rp1 miliar. Nilai Rp1 miliar ini akan dihitung menjadi cost, sehingga mengurangi penghasilan kena pajak," katanya.
Saat ini, lanjut Haris, nilai minimal investasi yang mendapatkan insentif tersebut belum diputuskan karena masih dibahas dengan Kemenkeu. Menurutnya, usulan skema insentif pajak ini diperlukan supaya industri dalam negeri bisa bersaing dengan negara-negara lain, terutama dengan Thailand, yang telah menerapkan skema insentif pajak serupa terlebih dahulu.
Dari sisi pelaku industri, Adhi S Lukman, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), menyatakan pihaknya menyambut baik dan menyetujui rencana tersebut karena sebelumnya industri telah mendorong adanya insentif pajak terkait investasi di R&D.
"Ini yang kami dorong, sudah pernah dibahas di Kemenristek untuk tax deduction di R&D dan sekarang ditambah vokasi," ujarnya.
Dengan adanya insentif pajak tersebut, Adhi berharap dunia usaha lebih giat berinovasi dan mendorong kompetensi karyawan. Adhi menyebutkan di Singapura sudah ada insentif pajak untuk investasi di R&D bernama double tax deduction.