Bisnis.com, JAKARTA—Kebutuhan bahan baku petrokimia di dalam negeri sangat mendesak mengingat lebih dari 50% dari total kebutuhan bahan baku masih dipenuhi oleh impor.
Fajar Budiyono, Sekjen Asosiasi Industri Aromatik Olefin dan Plastik Indonesia, menyebutkan untuk kebutuhan Polypropylene yang mencapai 1,6 juta ton misalnya, yang mampu diproduksi oleh produsen domestik baru 700.000 ton.
Begitu pula dengan kebutuhan polyethylene (PE) sebesar 1,5 juta ton dan baru dapat dipenuhi dalam negeri sebesar 800.000 ton.
"Secara total untuk polymer plastik butuh 5,56 juta ton dan produksi domestik baru di angka 2,2 juta ton, sisanya masih impor," katanya menjawab pertanyaan Bisnis.com, Minggu (19/11/2017).
Dengan kebutuhan bahan baku yang sebagian besar masih impor tersebut, Fajar mengatakan harus ada investasi dan perluasan baru di sektor petrokimia. PT Chandra Asri Petrochemical saat ini sedang meningkatkan kapasitas produksinya menjadi 4 juta ton per tahun pada 2021.
Selain itu, Lotte Chemical juga berencana membangun pabrik naphtha cracker pada tahun depan. Pabrikan lokal PT Polytama Propindo juga disebutkan Fajar tengah meningkatkan kapasitas produksi menjadi 300.000 ton pada 2019.
"Untuk SCG nanti dilihat dia akan menggandeng siapa. Sekarang kan mereka terhubung dengan Chandra Asri, apakah mereka akan berdiri sendiri atau dengan pihak lain," ujar Fajar.
Dia memperkirakan pada 2025, industri petrokimia dalam negeri dapat mengurangi impor bahan baku. Menurutnya, pemenuhan bahan baku domestik terbilang berat mengingat peningkatan kebutuhan dapat mencapai 5% setiap tahun.
Fajar pun berharap pemerintah dapat mendorong realisasi investasi maupun menarik investasi baru di sektor petrokimia dengan kepastian regulasi yang mendukung, insentif fiskal, serta bantuan berupa pelatihan sumber daya manusia dan dukungan industri untuk mengikuti pameran skala global.