Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengurus Bank Tanah Harus Profesional dan Independen

Pemerintah kembali didesak merilis peraturan pemerintah yang mensahkan badan hukum dari Bank Tanah yang sudah direncanakan sejak Agustus tahun lalu oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil. Nantinya lembaga bank tanah harus diisi oleh profesional yang benar-benar independen.

JAKARTA, Bisnis.com – Pemerintah kembali didesak merilis peraturan pemerintah yang mensahkan badan hukum dari Bank Tanah yang sudah direncanakan sejak Agustus tahun lalu oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil. Nantinya lembaga bank tanah harus diisi oleh profesional yang benar-benar independen.
Wakil Ketua Umum Dewan Perwakilan Pusat (DPP) Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Bidang Pertanahan Adri Istambul Lingga Gayo mengatakan lembaga bank tanah yang dimaksud yakni yang mampu mengatur kedaulatan di negara bukan di pasar. Hal ini baik untuk ketersediaan dan harga.
"Paling mendesak adalah harus keluarin PP pembentukan badan tanah nasional atau bisa kita sebut Batanas dan sejenisnya layaknya badan organisasi untuk membuat tanah bisa terencana, terkendali, dan asanya berkeadilan," katanya, Selasa (14/11).
Adri mengatakan bersama REI, pihaknya sudah melakukan berbagai audiensi dan terakhir sekitar tiga minggu yang lalu. Kesulitan Kementerian merilis PP tersebut karena proses singkronisasi dengan kementerian terkait lainnya sehingga harus molor. Padahal dengan Bank Tanah ada dua fungsi yang dapat dijalankan yakni mencegah spekulan dan menghimpun tanah-tanah tidak produktif termasuk di dalamnya tanah terlantar. Tanah terlantar ini juga tidak terkecuali untuk HGU yang tidak sesuai peruntukannya dan HGb yang tidak memiliki kepastian rancang desain.
Amanah UU, lanjut Adri, sudah tegas meminta negara wajib hadir dalam hal penataan bumi, air, dam segala yang di atasnya untuk digunakan seluas-luasnya oleh negara.
Jadi nantinya, tidak akan ada lagi pemerintah mau bangun infrastruktur tetapi terhambat pengadaan lahan, mau bangun rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah atau MBR tetapi harus berhadapan dengan spekulan.
"Kami swasta sebagai investor juga akan mendapat jaminan kepastian hukum karena secara resmi berhadapan dengan negara bukan kapitalis yang semena-mena memberi harga," ujar Adri.
Adri menuturkan pada akhirnya total lahan yang dapat disetifikat untuk reklamasi hanya 70% dari total. Adapun pembagian kawasan menjadi 40% untuk umum dan 60% untuk perumahan. Dengan badan pertanahan mereka akan dengan mudah menentukan yang mana kawasan kampung nelayan dan lainnya sehingga menjadikan asas yang lebih berkeadilan.
"Paling penting Bank Tanah harus punya organisasi independen yang memang berfungsi sebagai bank yakni mengatur orang punya tanah dan butuh tanah dengan tiga prinsip menata guna, mengendalikan, dan mengontrol."
Chief Executive Officer (CEO) Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda pernah mengungkap bahwa program sejuta rumah terancam hanya akan berlangsung hingga tiga tahun ke depan jika tidak ada pengendali harga tanah.
Ali menuturkan berdasarkan pengamatan IPW, para pengembang rumah sederhana hanya mempunyai stok lahan paling lama untuk tiga tahun mendatang.
Walaupun setelahnya mereka melakukan ekspansi, tetapi harga tanah telah terkatrol naik dan semakin lama tidak akan mampu terbeli dengan harga yang terjangkau untuk dibangun rumah sederhana dengan harga yang murah.
“Intinya, masalah harga tanah yang tidak terkendali menjadi penyebab utama kegagalan program penyediaan rumah untuk masyarakat,” katanya.
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Suharso Monoarfa menilai persoalan bank tanah harus dimulai dengan kepedulian yang tajam dari Pemerintah Daerah (Pemda) terhadap aset miliknya. Jika tidak, jangan heran ke depan penyelesaian persoalan defisit hunian akan kejar-kejaran seperti sekarang.
Mantan Menteri Perumahan Rakyat periode 2009 - 2011 ini juga menyebut pada masanya mempimpin pernah membuat sebuah program bank tanah yang sayangnya tidak dilanjutkan lagi. Program tersebut memungkin adanya pemberian intensif pada Pemda yang bersedia mengumpulkan tanah-tanah terlantar untuk kepentingan pembangunan perumahan.
Jika berhasil dan masuk dalam rencana tata ruang dan wilayah atau RTRW, maka  daerah tersebut akan mendapat dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
"Memang harus seperti itu kalau benar-benar ingin menjaga ketersediaan lahan. Kita bisa lihat Singapura, mereka sudah melakukan sejak lama hasilnya saat 90,8% masyarakatnya sudah memiliki rumah," ujar Suharso.
Menurutnya, hal yang sama juga dilakukan Amerika Serikat, bahkan masih berjalan hingga saat ini. Pemerintah, secara perlahan membeli tanah-tanah masyarakat yang memungkinkan untuk disimpan.
Sebab, lanjutnya, akar dari persoalan defisit hunian adalah pada ketersediaan lahan. Namun, Bank Tanah juga harus memiliki peta peruntukan yang jelas supaya tidak menjadi lahan terlantar yang cuma-cuma.
Suharso pun menekankan peran penting seluruh pelaku usaha terutama yang tergabung dalam asosiasi industri properti untuk menaruh perhatian yang tinggi pada persoalan ini. Baginya, tanpa kendali tanah jangan harap dapat merumahkan masyarakat.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper