Bisnis.com, JAKARTA — Pembentukan induk usaha (holding) di sektor pertambangan tampaknya segera terealisasi. Hal ini ditandai dengan rencana penghapusan status persero untuk tiga BUMN yakni PT Aneka Tambang (Persero) Tbk., PT Bukit Asam (Persero) Tbk., dan PT Timah (Persero) Tbk. yang akan dibahas dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa pada Rabu (29/11).
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio berpendapat, perubahan status BUMN menjadi non-persero merupakan upaya swastanisasi pemerintah terhadap perusahaan milik negara. Berangkat dari hal tersebut, Agus pun mendesak pemerintah mengevaluasi ulang wacana penghapusan status persero kepada tiga BUMN itu.
"Ini supaya oknum negara bisa bebas jual saham tanpa izin DPR. Saya sudah berupaya mencegahnya dengan mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung bersama Pak Mahfud MD, tapi kalah," kata Agus, Selasa (14/11).
Seperti diketahui, pemerintah menjadikan Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 2016 sebagai landasan dalam menghapus status persero pada Antam, Bukit Asam, dan Timah. Padahal, Agus mengatakan implementasi rencana holding BUMN bertentangan dengan Undang-Undang (UU) No.19 Tahun 2003 Tentang BUMN, UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Terlebih, ketika PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) akan ditunjuk sebagai induk usaha tiga perusahaan tambang pelat merah itu.
"Saya tidak setuju BUMN diswastakan apalagi yang berstatus perusahaan terbuka. Itu sama saja menjual model Indosat dengan format beda," ujar Agus.
Dia pun mengingatkan agar DPR segera bereaksi terhadap rencana yang dianggapnya akan berujung pada hilangnya campur tangan DPR ketika ada aset negara yang dijual.
"Bahwa penjualan atau holding atau privatisasi BUMN ujung-ujungnya supaya penjualan aset tidak perlu atas pesetujuan DPR. Ketua Komisi VI harus tegas. Jangan sampai manggut-manggut kena lobi," tegas Agus.