Bisnis.com, JAKARTA – Total investasi energi baru terbarukan dari Januari-Oktober 2017 hanya mencapai Rp11,74 triliun, jauh lebih rendah dari target sepanjang tahun ini Rp20,28 triliun dan realisasi sepanjang tahun lalu yang mencapai Rp21,25 triliun.
Padahal, investasi energi baru terbaukan dari 2014 hingga 2016 terus mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Sesuai catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pada 2014, nilai investasi energi terbarukan mencapai Rp8,63 triliun, meningkat di 2015 menjadi Rp13,96 triliun, dan naik lagi di 2016 mencapai Rp21,25 triliun.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, kapasitas energi dari sektor energi baru terus meningkat. Kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) terpasang hingga Oktober 2017 telah mencapai 1.808,5 MW.
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH), kini kapasitas terpasangnya mencapai 259,8 MW. Sedangkan, Pembangkit Tenaga Listrik Bioenergi kapasitasnya tercatat sebanyak 1.812 MW.
“Dari 2014 hingga 2017 telah dibangun 471 unit pembangkit berbasis energi baru terbarukan dengan total kapasitas 38,9 MW. Kapasitasnya memang kecil, tapi ini merupakan bentuk pelayanan kita kepada masyarakat yang tinggal di daerah terisolir," kata Rida, Kamis (9/11/2017).
Tahun ini, terdapat total tambahan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) sebesar 215 MW. Tambahan itu terdiri dari 2 PLTP yang telah beroperasi yaitu PLTP Ulubelu unit 4 (55 MW) dan PLTP Sarulla Unit 2 (110 MW), serta yang direncanakan beroperasi akhir 2017 yaitu PLTP Karaha unit 1 (30 MW) dan PLTP Sorik Merapi (20 MW).
Menurut pengembang, rendahya realisasi investasi pada tahun ini diakibatkan sulitnya mendapatkan pendanaan dan rendahnya harga jual listrik kepada PT PLN (Persero) yang ditetapkan oleh pemerintah yang mengedepankan efisiensi.
Pengembang belum mau menyepekati harga jual listrik yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) no.50/2017 tentang Pemanfataan Energi Baru Terbarukan untuk Tenaga Listrik. Dalam aturan itu, harga listrik ditetapkan berdasarkan Biaya Pokok Produksi.
Hal ini, membuat pengembang kesulitan dalam tahap fincancial close, sehingga proses konstruksi pembangkit listrik energi baru terbarukan akan terhambat.