Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku usaha mengapresiasi upaya pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 16/2017 tentang Transit Oriented Development atau TOD yang baru rilis akhir bulan lalu. Regulasi itu diharapkan dapat menjadi pengendali pengembangan kawasan terpadu di perkotaan.
Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Bernardus Djonoputro mengatakan Permen itu akan mengisi 'kekosongan nyawa' aturan tata ruang tentang peremajaan kota. Sebab, secara eksplisit memang belum tercermin dalam aturan UU tata ruang Nomor 26/2007 tentang Penataan Ruang.
Dirinya berharap, paling tidak kawasan terpadu ekstensif kota bisa dapat diantisipasi, sehingga kota bertumbuh secara terencana bukan sesuai ketersediaan ruang.
"Ke depan diharapkan Kementerian ATR semakin mengedepankan inovasi dan kebijakan yang lebih hulu lagi, serta berani mengambil posisi dengan sigap dalam menghadapi isu-isu perencanaan yang mendesak, seperti masalah metropolitan, penanganan Teluk Jakarta, serta ketimpangan pembangunan perkotaan Jawa maupun luar Jawa," katanya, Rabu (8/11/2017).
Bernadus mengemukakan Kementerian ATR juga diharapkan menjadi penghela utama arah pengembangan, dengan menjadi kementerian terdepan dalam menjalankan aturan tata ruang. Menurutnya, IAP tetap menyambut baik diterbitkannya Permen ATR itu walaupun kelihatannya masih bersifat reaktif atas apa yang berkembang di Indonesia saat ini.
Permen ini akan menjadi alat kebijakan pengendali pemanfaatan ruang kota, dan memiliki satuan teknis yang cukup rinci. Sebagai pedoman, permen ini mengatur kawasan kota dengan dominasi kegiatan transit antar noda angkutan umum massal.
Baca Juga
"Salah satu aspek terpenting adalah semua pengembangan dan rancangan kota kawasan berbasis transit ini harus sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku yaitu RTRW, RDTR, dan PZ. Aturan lanjutan di daerah tentang rancang kota pun harus di sinkronkan dengan rencana tata ruang," ujarnya.
Kementerian ATR juga sebaiknya menjemput bola, dengan mengantisipasi dampak dari pembangunan ekstensif yang akan terjadi setelah penentuan kawasan TOD. Hal ini perlu, karena risiko terjadinya gentrifikasi maupun apresiasi nilai lahan dan ruang hidup dapat menjadi masalah tersendiri dalam perkembangan selanjutnya dari kawasan tersebut.
Selanjutnya, kata Bernadus, pemerintah di daerah harus mampu mengaplikasikan aturan dalam permen ini dilapangan, karena operasionalisasi aturan ini ada di level teknis rancang kota.