Bisnis.com, BADUNG, Bali -- Kemitraan antara perusahaan dan perkebunan sawit rakyat harus fokus pada peningkatan produktivitas dan tata kelola sawit yang berkelanjutan.
Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Bambang Aria Wisena mengatakan saat ini rata-rata produktivitas perkebunan sawit rakyat masih rendah, yakni di bawah 18 ton tandan buah segar (TBS) per hektare per tahun. Padahal, yield perkebunan sawit besar bisa mencapai 30 ton TBS per ha per tahun.
"Untuk mempersempit kesenjangan produktivitas ini, strategi terbaik adalah kemitraan antara perusahaan dengan perkebunan rakyat," katanya di sela-sela International Palm Oil Conference (IPOC) 2017 di Nusa Dua, Bali, Kamis (2/11/2017).
Dia optimistis, dengan pola kemitraan yang kuat, yield perkebunan rakyat juga akan terdongkrak naik. Implikasi selanjutnya, daya saing mereka juga akan lebih kuat.
Kemitraan sekaligus menepis keraguan perusahaan skala besar meninggalkan perkebunan rakyat. Ke depan, pengelolaan perkebunan juga seharusnya menjadi perhatian penting, termasuk dalam hal penyediaan bibit dan pendanaan yang cukup untuk program replanting.
“Tema-tema ini akan dibahas dalam konferensi sawit internasional yang ke-13 ini," kata Bambang.
Dengan pola kemitraan itu pula dia meyakini tuntutan global agar industri kelapa sawit nasional semakin berkelanjutan akan terjawab.
Dalam kesempatan yang sama, pakar gambut sekaligus Direktur Tropical Peat Research Institute (TPRI) Serawak Malaysia Lulie Melling menyampaikan pujian dan dukungannya terhadap industri kelapa sawit di Indonesia.
"Kemitraan antara perusahaan dengan perkebunan rakyat akan menjamin tata kelola yang berkelanjutan, termasuk tata kelola perkebunan masyarakat di lahan gambut," katanya.
Untuk membahas isu kemitraan ini, IPOC 2017 juga mengundang perwakilan petani sawit untuk berbicara dalam konferensi sawit terbesar di dunia tersebut.