Bisnis.com, JAKARTA—PT Adaro Energy Tbk. mencatat penjualan batu bara untuk periode Kuartal I-Kuartal III/2017 turun 2% menjadi 39,44 juta ton dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Head of Corporate Secretary Adaro Mahardika Putranto mengatakan, tinjauan pasar batu bara termal pada periode kuartal III/2017 mengalami kondisi dimana keseimbangan pasar lebih ketat daripada yang diharapkan.
“Hal ini disebabkan oleh gabungan dari ketatnya suplai akibat gangguan cuaca dan aksi industrial di negara-negara produsen batubara utama, serta kenaikan musiman terhadap permintaan,” ucapnya melalui keterangan tertulis, Rabu (1/11).
Khusus pada Kuartal III/2017 penjualan batu bara meningkat 6% atau menjadi 14,17 juta ton dibandingkan periode sebelumnya. Penjualan batu bara pada Kuartal III/2017 didominasi oleh negara-negara berkembang di wilayah Asia.
Pasar domestik menjadi prioritas dengan dominasi 20% atau 2,8 juta ton. Porsi penjualan ke China naik menjadi 14% atau 1.98 juta ton dan Korea Selatan naik menjadi 10%1,4 juta ton. Hal ini dikarenakan kebijakan kedua negara tersebut yang membuka keran impor batu bara.
Sementara itu, penjualan untuk negara lainnya ialah: Malaysia 14%a atau 1.98 juta ton, Jepang 10% atau 1,4 juta ton, Hongkong 8% atau 1,1 juta ton, India 7% atau 900.000 ton, Taiwan 6% atau 850.000 ton, Spanyol 5% atau 708.500 ton, Filipina dan negara lainnya masing-masing 3% atau 425.100 ton.
Mahardika mengungkapkan, sempat terjadi keterbatasan suplai di Indonesia dan Australia pada Juli hingga September 2017. Dia mengatakan, aksi industrial mogok kerja memengaruhi beberapa tambang batubara di Australia dan mengurangi output batu bara dari negara itu.
Sementara di Indonesia, kondisi cuaca buruk masih berlanjut di periode itu. Kalimantan mengalami hujan lebat selama kuartal ini, sehingga mengganggu kegiatan produksi batubara di pulau ini maupun transportasinya.
Menurutnya, pada sisi permintaan, konsumsi batu bara domestik di Indonesia terus meningkat. Salah satu faktornya permintaan dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). “PLN melaporkan bahwa sampai September 2017, konsumsi listrik Indonesia naik 2,8% y-o-y.”
Di China, permintaan terhadap listrik mencapai titik tertinggi pada kuartal ini, yang dipicu oleh kinerja industri yang tinggi serta musim panas yang lebih terik, yang kemudian memicu peningkatan permintaan terhadap batu bara.
Namun, suplai batu bara domestik China sulit untuk mengejar tingginya permintaan karena pemerintah terus melakukan inspeksi keselamatan dan lingkungan yang ketat setelah terjadinya beberapa kecelakaan pertambangan.
Dengan demikian, untuk memenuhi permintaan, China beralih ke batubara impor dengan meningkatkan impor batu bara termal sebesar 20% y-o-y pada Januari-September 2017.
Permintaan India dalam kuartal ini lemah karena musim hujan yang mendorong untuk beralih ke tenaga air. Namun, seiring selesainya musim hujan, India diperkirakan akan kembali ke pasar.
Di Korea Selatan, pemeriksaan keselamatan yang dilakukan di seluruh pembangkit listrik bertenaga nuklir di negara itu telah menghentikan sekitar 6,6 GW kapasitas tenaga nuklir, yang diperkirakan akan meningkatkan produksi listrik berbahan bakar gas dan batu bara.