Bisnis.com, JAKARTA - PT Antam (Persero) Tbk. menilai nota kesepahaman bersama (memorandung of undestanding/MoU) untuk pembangunan pabrik pengolahan anoda slime dan logam berharga (precious metal refinery/PMR) antara PT Freeport Indonesia, PT Amman Mineral Nusa Tenggara, dan PT Smelting tidak etis.
Direktur Utama Antam Arie Prabowo Ariotedjo mengatakan bahwa MoU serupa yang sebelumnya terjalin antara Antam, Freeport, dan Smelting masih berlaku. Menurutnya, belum ada pengakhiran MoU secara resmi.
"Surprisingly, saya dapat berita mereka sudah tandatangan MoU. Padahal, sama kita belum terminate. Secara etiknya kan harus menunggu sampai ada [terminasi]," ujarnya di gedung DPR, Selasa (24/10/2017).
Dia menjelaskan bahwa pihaknya memang tidak berencana untuk melanjutkan kerja sama tersebut. Pasalnya, tidak tercapai kesepakatan komersial dengan Smelting.
Pembicaraan sebagai ancang-ancang tak diperpanjangnya kerja sama tersebut pun sudah dilakukan. Namun, belum sampai pada pengakhiran formal.
"Kami memang tidak akan melanjutkan lagi. Tapi, menurut saya ini enggak etis secara bisnisnya perusahaan sebesar Freeport dan Smelting," tuturnya.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono menjelaskan pada prinsipnya, pemerintah menghendaki pengolahan konsentrat tambang ada didalam negeri. Kesepakatan yang melibatkan Freeport dan Amman Mineral tersebut terjadi setelah tidak ada titik temu untuk hal serupa dengan Antam.