Bisnis.com, JAKARTA – Salah satu aspek pemerataan yang diusung pemerintahan Jokowi-JK yakni pembangunan ekonomi dan peningkatan produktivitas. Apa saja dan bagaimana dampak kebijakan di aspek tersebut selama tiga tahun ini?
Berdasarkan dokumen ‘Capaian 3 Tahun Pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla’ dari Kantor Staf Presiden, pemerintah menetapkan empat bagian besar yang masuk dalam aspek ini. Salah satunya yakni peningkatan investasi.
Peningkatan investasi ini sejalan dengan upaya percepatan pembangunan dengan melibatkan sektor swasta. Dalam konteks ini, pemerintah telah menjalankan sejumlah paket deregulasi yang memudahkan sektor swasta membenamkan modalnya di berbagai sektor dan wilayah.
Jika melihat capaian deregulasi dalam paket kebijakan ekonomi I-XV, pemerintah mencabut 9 regulasi dan merevisi 31 regulasi untuk mengurangi bahkan menghilangkan pasal tertentu yang menghambat perekonomian.
Pada saat yang bersamaan, pemerintah membuat 49 regulasi baru dan menggabungkan 35 regulasi untuk menyederhanakan perizinan dan aturan. Selanjutnya, pemerintah juga memunculkan 89 reegulasi yang mencabut aturan lama agar lebih relevan.
Pemerintah, masih dalam dokumen tersebut, menyatakan telah menjalankan sejumlah stimulus fiskal berupa insentif pajak. Insentif ini utamanya diberikan bagi investasi industri prioritas tinggi berskala nasional.
“Sehingga dampaknya pun akan terasa ke berbagai daerah,” tulis pemerintah dalam dokumen tersebut, seperti dikutip pada Jumat (20/10/2017).
Pemerintah juga telah meluncurkan enam paket kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menaikkan produktivitas.
Pertama, pusat logistik berikat (PLB). Hingga 12 April 2017 sudah ada peresmian 34 PLB, a.l. sektor otomotif, pertambangan, minyak dan gas.
Kedua, kemudahan berusaha bagi UMKM. Hal ini dilakukan dengan memangkas izin, prosedur, waktu, dan biaya dalam 10 indikator kemudahan berusaha. Ketiga, revisi Daftar Negatif Investasi. Pasca penerbitan Perpres No. 44/2016, sudah ada 527 perusahaan dengan rencana investasi US$12.926 miliar yang memanfaatkan.
Keempat, insentif fiskal. Tax allowance telah dimanfaatkan 25 perusahaan dengan lama pengurusan rata-rata 13,4 hari – dari sebelumnya 2 tahun. Kelima, perizinan investasi 3 jam. Layanan ini sudah dimanfaatkan 284 perusahaan dengan nilai investasi Rp219 triliun dan serapan tenaga kerja Indonesia 170.657 orang.
Keenam, pembiayaan ekspor. Hingga Februari 2017, pembiayaan national interest account mencapai US$93,9 juta dan KURBE mencapai Rp10,5 triliun. Jika menilik data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), pertumbuhan investasi cenderung melambat tapi masih double digit.
Realisasi investasi pada Semester I/2017 mencapai Rp337 triliun atau 49,6% dari target 2017.
Bila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, terjadi kenaikan sebesar 12,9%.
Dalam World Investment Report 2017 yang dirilis United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), Indonesia masuk dalam jajaran 5 besar – persisnya posisi ke-4 – tempat investasi yang prospektif di dunia. Selain naik dari peringkat ke-8 tahun sebelumnya, posisi Indonesia kali ini persis setelah Amerika, China dan India.
Jika dibandingkan dengan negara-negara sepantaran (peers) regional, sesuai data IMF World Economic Outlook April 2017, Indonesia tercatat paling besar menikmati dalam total volume perekonomian.
Tahun ini, persentase investasi diperkirakan mencapai 34,30% dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini lebih tinggi dari estimasi di India (31,43%), Vietnam (27,18%), Malaysia (25,48%), Filipina (25,41%), maupun Thailand (24,30%).
Pemerintah menilai upaya-upaya yang dilakukan telah berbuah. Apalagi, setelah Standard & Poor memberikan label layak investasi – melengkapi label dari Moody’s dan Fitch – pada pemerintah, ada sinyal penguatan kepercayaan masyarakat internasional kepada Indonesia.