Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Masyarakat di Sekitar Sumber Geotermal Perlu Diedukasi Soal Energi Ramah Lingkungan

Pelaku usaha meminta pemerintah melakukan edukasi tentang pemanfataan panas bumi bagi masyarakat di sekitar wilayah agar dapat lebih dipahami dan pengembangannya tidak terhambat.
PLTP Ulubelu di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung/Antara-Budisantoso Budiman
PLTP Ulubelu di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung/Antara-Budisantoso Budiman

Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha meminta pemerintah melakukan edukasi tentang pemanfataan panas bumi bagi masyarakat di sekitar wilayah agar dapat lebih dipahami dan pengembangannya tidak terhambat.

Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Suryadharma mengatakan, saat ini, banyak masyarakat masih belum menyadari pemanfaatan panas bumi dan hanya memandang dari sisi perusakan lingkungan.

Jika masyarakat memiliki pemahaman yang baik tentang pemanfaatan panas bumi sebagai energi baru terbarukan tentunya hal tersebut akan mempermudah pemerintah untuk mewujudkan target bauran EBT sebanyak 23% pada 2025 mendatang.

"Harus dipahami, pengaruh buruk panas bumi terhadap lingkungan sangat kecil. Ini merupakan teknologi yang ramah lingkungan. Pemerintah perlu melakukan edukasi agar pengembangan panas bumi berjalan lancar," katanya kepada wartawan di Jakarta, Selaa (17/10).

Untuk itu, Suryadharma meminta agar masyarakat tidak khawatir dengan isu lingkungan akibat pembangunan PLTP. Sebab, pengembangan panas bumi tidak berdampak buruk bagi lingkungan.


Peningkatan pemahaman mengenai panas bumi kepada masyarakat, lanjut Surya, harus dilakukan di berbagai tingkatan masyarakat melalui pendidikan di sekolah. "Kalau dibiarkan saja, akan kontraproduktif," tegasnya.

Senada dengan Suryadharma, Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengatakan panas bumi menghasilkan emisi yang sangat kecil.

Selain itu, dalam pengembangannya juga membutuhkan ruang eksplorasi yang sedikit. "Untuk pembangkit berkapasitas 110 mega watt (MW), hanya membutuhkan lahan sekitar 40 hektare," katanya.

Tak hanya itu saja, karakteristik panas bumi berbeda jauh dengan minyak bumi dan gas (migas). Migas biasanya terdapat di lapisan sedimen yang lemah dan memiliki tekanan tinggi. Sedangkan panas bumi, berada di lapisan batuan beku dan bertekanan kecil. "Kalau migas tekanannya bisa mencapai 120 bar, sedangkan panas bumi hanya sekitar 20 bar," kata Yunus.

Yunus meminta masyarakat tetap tenang dan tidak terprovokasi adanya isu dampak lingkungan seperti lumpur Lapindo, seperti yang terjadi di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sidrap.

Soal penolakan masyarakat, kata Yunus, hal tersebut merupakan hal yang wajar. Pasalnya, masyarakat belum memahami sepenuhnya manfaat yang didapat dari pembangunan PLTP tersebut. Panas Bumi hanya menghasilkan sekitar 1,5 persen emisi CO2 dibandingkan dengan batu bara dan hanya sekitar 2,7 persen emisi CO2 dibandingkan dengan gas.

Yunus mengatakan, pihaknya saat ini terus mengawal penanganan dampak proyek PLTP yang dilakukan PT SAE. Sebelumnya, PT SAE berkomitmen untuk melakukan perbaikan dari sisi hulu proyek PLTP, pembersihan jaringan pipa akibat tersumbat lumpur, serta perbaikan sistem jaringan perpipaan yang tedampak dan mengganti meteran yang rusak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Sepudin Zuhri

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper