Bisnis.com, JAKARTA—Pengusaha mebel ingin memperoleh keberpihakan pemerintah untuk menutup keran ekspor bahan baku rotan.
Wakil Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia Abdul Sobur menyatakan pengusaha mebel domestik semakin sulit meningkatkan produktifitas lantaran ketersediaan bahan baku semakin tergerus.
“Padahal sekitar 85% rotan di dunia itu dihasilkan Indonesia. Tapi anehnya, justru industri di sini yang menghadapi kelangkaan,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (18/10/2017).
Menurutnya, industri setidaknya membutuhkan 40.000 ton—60.000 ton rotan untuk diolah menjadi produk mebel di dalam negeri. Hanya saja, bahan baku rotan domestik dalam 5 tahun terakhir tidak mampu memenuhi sebanyak 30% dari permintaan industri.
Kelangkaan pasokan rotan tersebut, ujarnya, tak terlepas dari begitu maraknya praktik penyelundupan ke Singapura. Negara tersebut kemudian mengekspor kembali rotan ke negara kompetitor produsen mebel.
“Singapura disinyalir mengekspor kembali rotan ilegal asal Indonesia, dan itu terus terjadi. Itu kemudian mengapa China dan Vietnam begitu mudah merebut marketshare mebel Indonesia,” ujarnya.
Abdul menyatakan sejatinya pemerintah memperketat pengawasan terhadap praktik penyelundupan dan ekspor ilegal karena kelangkaan rotan menjadi faktor penggerus daya saing dan laju pertumbuhan industri mebel. “Kelangkaan bahan baku ini menjadi penyebab mengapa beberapa sentra industri mebel sulit berkembang,” ujarnya.
Badan Pusat Statistik mencatat ekspor produk furnitur pada tahun ini masih relatif stagnan ketimbang tahun lalu. Ekspor industri furnitur periode Januari—September tahun ini senilai US$1,20 miliar, atau turun 0,67% dibanding periode yang sama tahun lalu senilai US$ 1,21 miliar.
Produk furnitur dari kayu masih menjadi penyumbang terbesar bagi kinerja ekspor mebel, yaitu senilai US$963,9 juta. Sisanya senilai US$243 juta merupakan gabungan nilai ekspor mebel dari rotan, logam, dan plastik.