Bisnis.com, JAKARTA - Budidaya ikan keramba jaring apung disinyalir bukan menjadi penyebab pencemaran Danau Toba.
Berdasarkan penelitian Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) KKP, beban pencemar dari sungai yang masuk ke danau lebih tinggi ketimbang dari budidaya ikan KJA.
Penelitian yang dilakukan di 23 stasiun di danau dan 25 stasiun di sungai yang masuk Danau Toba itu menyebutkan total fosfor dari aliran sungai yang masuk ke danau 96.669,2 ton per tahun atau 53 kali lipat lebih besar dari yang dihasilkan budidaya ikan KJA.
"Melihat kenyataan seperti ini, kita perlu membuktikan secara rinci dengan fakta yang realistik dan lebih komprehensif lagi untuk menelusuri sumber-sumber pencemar perairan danau yang sesungguhnya," kata peneliti utama Pusat Riset Perikanan BRSDM Endi Setiadi Kartamihardja, Selasa (17/10/2017).
Dengan demikian, lanjutnya, seluruh pemangku kepentingan akan bertindak lebih tepat sasaran dalam mengendalikan pencemaran danau demi keberlanjutan dan kesehatan ekosistemnya.
Kajian BRSDM KKP tersebut menutup kekurangan penelitian Dinas Lingkungan Hidup Daerah (DLHD) Provinsi Sumatra Utara pada 2016 yang belum mengukur besar beban pencemar dari aliran sungai yang masuk ke Danau Toba.
Penelitian DLHD Sumut menyebutkan fosfor seberat 1.835,8 ton dari aktivitas perikanan masuk ke danau, versus konstribusi dari pemanfaat di daerah tangkapan air (domestik, pertanian, padang rumput, sawah, hutan, pertenakan dan curah hujan) yang hanya 608,6 ton. Dari perhitungan itu, sumbangan budidaya ikan KJA dianggap yang paling besar dalam mencemari perairan Danau Toba.
Berdasarkan kajian itu pula, Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi menandatangani Surat Keputusan No 188.44/213/KPTS/2017 yang membatasi budidaya perikanan di danau terbesar di Asia Tenggara itu menjadi 10.000 ton per tahun. Surat itu menyebutkan, terjadi penurunan kualitas air Danau Toba dari tahun ke tahun, yang ditunjukkan oleh perubahan status mutu air dari 'baik' pada 1996 menjadi 'cemar berat' pada 2016.
Sebelum SK itu terbit, produksi budidaya perikanan Danau Toba sekitar 80.000 ton per tahun atau senilai Rp1,6 triliun, dengan asumsi harga nila Rp20.000 per kg, berdasarkan data Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I).