Bisnis.com, WASHINGTON – Dana Moneter Internasional, IMF, melihat setidaknya ada lima kerentanan dalam stabilitas keuangan global yang berisiko menggagalkan keberlanjutan pemulihan ekonomi global.
Tobias Adrian, Penasihat Keuangan dan Direktur Departemen Moneter dan Pasar Keuangan IMF menyebut kerentanan pertama, peningkatan risiko pasar. Kencenderungan mencari yield yang tinggi – yang biasanya ditawarkan oleh wilayah yang berisiko tinggi – berisiko.
Apalagi, saat ini, hanya kurang dari US$2 triliun obligasi yang berada di wilayah investment grade. Ini jauh berbeda dengan posisi sebelum krisis yang mencapai US$16 triliun. Investor korporasi memiliki kebiasaan menarik uangnya setelah mendapat imbal hasil yang besar.
Kedua, tingkat utang meningkat di negara-negara G-20. Meskipun yield-nya rendah, beban akan meningkat di beberapa negara besar. Hal ini menimbulkan risiko lebih besar dari waktu ke waktu terhadap kenaikan suku bunga yang tajam.
Ketiga, pinjaman eksternal di pasar negara berkembang dan negara berpenghasilan rendah pun juga meningkat. Aliran masuk portofolio ke ekonomi pasar negara berkembang mencapai US$300 miliar pada 2017.
Hal ini memang menjadi aspek yang positif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di negara-negara tersebut. Namun, ketergantungan tersebut berisiko menjadi kerentanan terutama bagi negara-negara berpenghasilan rendah.
Baca Juga
“Jika sumber daya tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik,” ujar Tobias dalam dalam konferensi pers sekaligus peluncuran laporan Global Financial Stability bertajuk ‘Is Growth at Risk?’ dalam Rapat Tahunan IMF-World Bank, Rabu (11/10/2017).
Keempat, jumlah, kompleksitas, dan kecepatan penyaluran kredit dalam sistem keuangan China telah menunjukkan risiko terhadap stabilitas keuangan. Kelima, masih tampak puasnya pasar dengan sejumlah potensi kejutan seperti geopolitik, inflasi, normalisasi suku bunga dalam jangka panjang, dan penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi.