Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah menargetkan sekitar 80%-90% target sustainable development goals (SDGs) atau tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB) yang dikeluarkan oleh PBB dapat tercapai mengingat sebanyak 94 indikator global dalam SDGs telah sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Deputi bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam (SDA) Arifin Rudiyanto Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Bappenas Arifin Rudiyanto mengatakan tidak ada kewajiban untuk mencapai hingga 100%. Namun, pihaknya optimis minimal target yang tercapai sama dengan Millenium Development Goals (MDGs) sekitar 70% atau lebih baik lagi pada kisaran 80%-90%.
"Kami akan bertekad bisa tercapai semua, agar Indonesia di mata masyarakat dunia lebih meningkat rangkingnya," tegas Arifin, Senin (9/10/2017).
Komitmen ini, kata Arifin, juga diperkuat oleh keterlibatan semua pihak, terutama dalam pendanaan program implementasi dari SDGs. Jika dahulu hanya mengandalkan pendanaan APBN dari pemerintah, sekarang swasta dan individual dapat ikut terjun langsung dalam menyukseskan SDGs pada 2030.
Selain itu, keterlibatan pemangku kepentingan nonpemerintah dilibatkan sejak awal. "Ini sejak awal hingga monitoring dan evaluasinya," kata Arifin. Dibandingkan MDGs, tujuan universal SDGs juga jauh lebih luas dan mendalam.
mengungkapkan pihaknya mengungkapkan indikator global SDGs dalam RPJMN tersebut kemungkinan akan terus bertambah.
"Karena ada indikator di global contohnya air yang aman bisa diminum, padahal definisi sekarang adalah air yang layak. Sekarang ini, masih pakai indikator Indonesia yang hampir mendekati indikator global. Nanti kami kembangkan lagi," ujar Arifin selepas FDG SDGs di kantor Bappenas, Senin (09/10).
Maksudnya, indikator nasional dalam akses air minum layak akan dijadikan proksi sementara untuk menjawab metadata indikator global. Seperti yang diketahui, air minum yang aman menurut versi indikator global adalah air minum yang bebas dari e-coli. Selain akses air minum, pemerintah juga akan mengunakan proksi terhadap indikator SDGs seperti Sistem Jaminan Sosial Nasional sebagai penilaian indikator global kebijakan fiskal, upah dan perlindungan sosial.
Langkah penggunaan proksi juga akan diterapkan terhadap jumlah limbah B3 dimana pengelolaan dan proposinya mash akan mengikuti peraturan perundangan yang masih berlaku di Tanah Air.
Di luar hal ini, PBB juga masih harus memperdalam 75 indikator SDGs dari 241 indikator yang telah dicanangkan. Indonesia juga memiliki beberapa indikator global yang belum ada proksinya di tingkat nasional karena metadata global belum tersedia saat ini. Contohnya, proporsi penduduk yang percaya pada pengambilan keputusan inklusif dan responsif, Indeks Kemiskinan Multidimensi, rata-rata keasaman laut (ph) serta kesepakatan kerja sama program di bidang teknologi dan sains antarnegara menurut tipe kerja samanya.
Indikator tersebut, menurut Bappenas, juga belum diterjemahkan secara detail oleh PBB. Dengan demikian, Arifin mengatakan jumlah indikator global yang sesuai dengan RPJMN masih dapat berkembang.
Arifin mengungkapkan pemerintah juga akan memastikan agar indikator SDGs dapat berlanjut sesuai dengan RPJMN 2020-2024 yang akan segera disusun mulai dari 2018 hingga 2019.
Dalam kesempatan ini, Bappenas juga memaparkan target penyelesaian peta jalan sustainable development goals (SDGs) atau tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB). Menurut Arifin, peta jalan atau road map tersebut akan selesai pada 10 Juli 2018 atau tepat 12 bulan setelah Presiden mengeluarkan Perpres No. 59 Tahun 2017 tentang TPB.
Namun, Rencana Aksi Nasional dipastikan akan selesai lebih awal dari peta jalan atau road map TPB, yakni pada 10 Januari 2018. Setelahnya, baru diikuti oleh Rencana Aksi Daerah pada 10 Juli 2018 atau bertepatan dengan target peta jalan TPB.
"RAN ini nantinya akan menjadi acuan Bappenas dan K/L untuk rencana kerja 2019," ungkapnya dalam FDG di kantor Bappenas, Senin (09/10).
Setelah semua peta jalan dan RAN rampung, dia mengatakan pemerintah akan membuat suatu dasar hukum yang mengikat terhadapnya. "Untuk peta jalan, bisa Perpres atau peraturan Menteri Bappenas, tergantung kekuatannya. Yang pasti ketika masuk ke dalam RPJMN [2020-2024] itu akan menjadi Perpres," tambahnya.
Sementara itu, RAN cukup dengan peraturan Menteri Bappenas dan RAD oleh peraturan gubernur di masing-masing provinsi.
Team Leader Sekretariat TPB/SDGs Nina Sardjunani menuturkan pemerintah akan mengunakan banyak dokumen rujukan dalam menyusun rencana aksi TPB ini. Dokumen tersebut a.l. RPJMN periode berjalan, Renstra K/L periode berjalan, RKP 2016 dan 2017, Perpres No.59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, laporan pencapaian MDGs dan dokumen kebijakan dan rencana aksi terkait serta dokumen dari instansi non pemerintah.
Rencana aksi nasional ini, kata Nina, akan menjadi acuan bagi daerah dalam membuat RAD. Namun, dalam hal itu, pemerintah daerah juga tetap harus mengunakan dokumen RPJMD dan Renstra dari pemerintah daerah. Sejauh ini, Bappenas telah memetakan sebanyak 241 indikator global yang dibagi ke dalam empat pilar yakni pilar sosial, ekonomi, lingkungan dan hukum.
Dari 241 indikator tersebut, dia mengungkapkan sebanyak 85 indikator telah sesuai dengan indikator nasional, 76 indikator global akan memiliki proksi dan akan dikembangankan, 75 indikator global tanpa proksi akan dikembangkan dan sisanya sekitar lima indikator dinyatakan tidak relevan.
"lima yang tidak relevan tersebut di antaranya kepemilikan senjata serta indikator beberapa indikator yang harus dilaporkan di tingkat PBB," kata Nina.
Sementara itu, dia menuturkan pihak Bappenas juga telah memetakan indikator TPB tingkat nasional di mana jumlahnya mencapai 319 indikator. Dari indikator tersebut, sebanyak 85 indikator nasional dinyatakan telah sesuai dengan indikator global, 165 indikator nasional ditetapkan sebagai proksi indikator global, dan 69 indikator nasional dijadikan tambahan indikator global.