Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Menteri Keuangan India, Yashwant Sinha, menyalahkan Perdana Menteri Narendra Modi atas krisis lapangan kerja di negara tersebut dan menyatakan bahwa Modi harus menanggung kesalahannya sendiri.
“Larangan penggunaan uang tunai di India serta implementasi pajak penjualan nasional yang direncanakan secara buruk telah memperlambat pertumbuhan,” ujar Sinha, yang juga adalah anggota partai berkuasa Bharatiya Janata Party (BJP), seperti dikutip dari Bloomberg, Jumat (6/10/2017).
“Hal itu turut merugikan penciptaan lapangan kerja, serta akan mengancam pemerintahan Modi dalam pemilihan negara bagian dan federal yang akan datang,” lanjutnya.
Dengan meruginya para usahawan dan petani, Modi akan menghadapi para pemilih suara yang marah karena kurangnya pertumbuhan pekerjaan. “Perdana menteri akan harus menanggung seluruh kesalahannya sendiri,” tambah Sinha.
Pernyataan sengit dari seorang mantan menteri keuangan dan anggota senior partai yang dipimpin Modi sendiri merupakan kritik paling signifikan mengenai kebijakan ekonomi Modi dan Menteri Keuangan Arun Jaitley, serta langkah Gubernur Reserve Bank of India (RBI) Urjit Patel.
Meskipun pemerintahan Modi telah memperoleh pujian atas reformasi yang dilancarkan mulai dari undang-undang kepailitan hingga GST (Goods and Services Tax) yang telah lama terhenti, kritik Sinha terhadap kebijakan pemerintah mengancam cerita positif tentang ekonomi oleh Modi.
Hingga berita ini diturunkan, juru bicara PM Modi belum memberi tanggapan apapun atas pernyataan Sinha tersebut.
Setelah berhasil memenangkan pemilu pada tahun 2014, Modi berjanji untuk menghidupkan kembali ekonomi India dengan agenda reformasi yang mencakup memangkas birokrasi, mendorong investasi asing, dan menyederhanakan sistem perpajakan.
Namun ekonomi negara yang pernah digadang-gadang memiliki pertumbuhan terpesat di dunia tersebut telah sangat melambat. Mencapai pertumbuhan lebih dari 9% pada tahun 2015, ekonomi India hanya tumbuh 5,7% pada kuartal kedua tahun ini.
Menurut para ekonom, demi menyediakan lapangan pekerjaan yang dibutuhkan untuk populasi India yang tumbuh cepat, negara tersebut perlu mengalami pertumbuhan sekitar 7% per tahun.
Ada banyak variasi penjelasan mengenai perlambatan tersebut. Pemerintahan Modi menyatakan bahwa kondisi itu hanya bersifat sementara, disebabkan oleh gangguan penerapan pajak barang dan jasa nasional yang pertama di negara tersebut.
Namun para kritikus mengatakan bahwa permasalahan tersebut dimulai lebih awal, saat bank-bank terbebani oleh tingginya tingkat utang yang buruk dan ekspor yang goyah.
Menurut mereka, kesulitan struktural ini diperburuk oleh kebijakan demonetisasi pemerintah, dengan dilarangnya penggunaan 86% uang tunai dalam upaya untuk mengekang keberadaan black money yang juga telah sangat menghambat perdagangan.
Pekan lalu, Sinha menuliskan kritik kepada pemerintah. Dalam sebuah artikel untuk surat kabar Indian Express, Sinha mengatakan bahwa ekonomi India ‘berantakan’.
Modi, yang sebelumnya enggan menanggapi segala kritik terhadapnya, kemudian muncul dalam muncul dan menangkis segala kritik yang menyerang kebijakan-kebijakannya dalam menangani ekonomi negara tersebut, termasuk dari mantan menteri keuangan dari partainya sendiri.
“Ada beberapa orang yang dapat tidur nyenyak hanya setelah mereka menyebarkan perasaan pesimistis. Kita perlu mengenali orang-orang seperti itu,” ujar Modi, seperti dikutip dari laman Financial Times.
“Pemerintah sedang berupaya membalik (perlambatan). Kami siap mengambil keputusan dan kami memiliki kemampuan untuk melakukannya,” tegas Modi.