Bisnis.com, JAKARTA- Kementerian Koperasi dan UKM terus membenahi kondisi koperasi yang ada di Indonesia, dengan melakukan sejumlah upaya perbaikan.
Hingga saat ini, Kementerian Koperasi dan UKM ini mencatat telah membubarkan sekitar 50.000 koperasi. Keputusan tersebut merupakan bagian dari reformasi koperasi yang diusung Kemenkop UKM menyangkut tiga hal yaitu rehabilitasi, reorientasi, pengembangan koperasi.
“Masih ada 75.000 koperasi yang masih sakit dan ini akan kami prioritaskan pembenahannya. Saat ini pemerintah sedang melakukan reorientasi koperasi dari sisi kuantitas ke kualitas,” kata Menteri Koperasi dan UKM AAGN Puspayoga di Jakarta, Kamis (14/9).
Merujuk pada data Kementerian Koperasi dan UKM, per 31 Desember 2015 tercatat terdapat 212.135 koperasi di seluruh Indonesia. Namun, 29,18% di antaranya atau sebanyak 61.912 unit koperasi disebut tidak aktif.
Untuk pembiayaan, Kementerian Koperasi dan UKM akan mendorong penyaluran dana bergulir dari Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (LPDB KUMKM). Pemerintah juga tengah menggodok Kredit Ultra Mikro Indonesia (KUMI) yang bunganya hanya 2%, lebih rendah dari Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang sebesar 9%.
“Bahkan, saat ini sudah ada koperasi yang bisa menyalurkan Kredit Usaha Rakyat [KUR]. Salah satunya berada di Pasuruan yakni di Sidogiri. Tentunya, koperasi dengan pola manajemen yang profesional akan memberikan dampak positif kepada perekonomian daerah,” tekannya.
Selain itu, Kemenkop UKM akan mendorong sertifikasi bagi pengelola koperasi di Indonesia melalui Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP). Saat ini, baru ada lima LSP yang tersebar di Jawa Tengah, Jakarta, dan Jawa Timur.
“Semua LSP yang ada diharapkan juga bisa dikembangkan di daerah dalam bentuk diklat profesi. Ini juga bisa dimanfaatkan menjadi tempat uji kompetensi sehingga mampu memperbaiki kualitas dan kompetensi pengelola koperasi,” ujar kata Staf Ahli Menteri Koperasi dan UKM Muhammad Taufiq.
Menurutnya, banyaknya koperasi yang saat ini melaksanakan aktivitas bisnis tak sesuai dengan standar koperasi menjadi tolak ukur urgensi peningkatan kompetensi pengelolanya.