Bisnis.com, JAKARTA – Kebijakan pemberian fasilitas fiskal berupa insentif perpajakan kepada sektor usaha atau industri tertentu tidak akan memengaruhi penerimaan pajak pemerintah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menganggap penerimaan dan insentif adalah dua hal yang berbeda. Penerimaan pajak ditentukan berdasarkan basis pajak yang baik, sedangkan fasilitas insentif memang didesain untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
“Tentu tidak, karena insentif kita bentuk untuk sektor-sektor yang ciri-cirinya memang butuh dorongan supaya perekonomian maju. Misalnya dalam bentuk hal kesempatan kerja atau menciptakan nilai tambah, itu yang bisa kami lakukan,” kata Sri Mulyani di DPR, Selasa (5/9/2017).
Sehingga, kata dia, kendati pada tahun depan pemerintah juga akan melakukan extra effort untuk menggenjot penerimaan pajak, dua hal itu bukan dalam posisi yang saling berhadap-hadapan. Justru dengan pemberian insentif maka diharapkan nilainya lebih bagus bagi perekonomian nasional.
Jika menilik nota keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018, pemberian insentif perpajakan adalah salah satu kebijakan yang akan ditempuh pemerintah pada 2018. Implementasi kebijakan itu bakal mempertimbangkan kriteria, target serta dampaknya bagi perekonomian nasional.
Adapun berbagai insentif fiskal yang telah diberikan meliputi program tax holiday, tax allowance, pembebasan PPN barang strategis dalam rangka mendukung peningkatan investasi, perkembangan industri nasional dan perkembangan sektor-sektor atau daerah tertentu, serta kebijakan pemberian Pajak ditanggung Pemerintah (DTP).
Insentif berupa pemberian Pajak ditanggung Pemerintah (DTP) tersebut dalam RAPBN 2018 diproyeksikan sebesar Rp10,7 triliun. Pengunaannya meliputi pemberian PPh DTP untuk komoditas panas bumi, PPh DTP atas bunga, imbal hasil, dan penghasilan pihak ketiga atas jasa yang diberikan kepada pemerintah dalam penerbitan SBN di pasar internasional.
PPh DTP juga diberikan kepada penghasilan dari penghapusan secara mutlak piutang negara nonpokok yang bersumber dari penerusan pinjaman luar negeri, rekening dana investasi, rekening pembangunan daerah pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), dan PPh DTP atas Pembayaran Recurrent Cost SPAN yang dibiayai rupiah murni serta Bea Masuk DTP.
“Kalau value add-nya lebih bagus dari sisi ekonominya itu kan manfaatnya juga lebih bagus,” pungkasnya.
Berbeda dengan Sri Mulyani, Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan skema insentif bagi pertembuhan sektor tertentu memang akan berpengaruh terhadap penerimaan. Namun situasinya tak akan bertahan lama, pasalnya dengan fasiliras tersebut justru diyakni bakal memuncukkan objek pajak baru.
"Ya ada tapi untuk sementara, tetapi itu kan nanti digeser [objek pajak baru]," jelasnya.
Adapun dalam RAPBN 2018, pemerintah memasang target penerimaan perpajakan senilai Rp1.609,4 triliun. Angka itu terdiri dari penerimaan pajak (termasuk PPh migas) senilai Rp1.415,3 triliun dan bea cukai senilai Rp194,1 triliun.