Bisnis.com, JAKARTA - Faturohman, 27 tahun, sudah menjaga perlintasan kereta api sejak 2013 lalu. Selama menjalankan tugas ini, karyawan kontrak PT KAI tersebut menyimpan banyak kenangan, baik manis maupun pahit.
Kisah pahit yang paling sering dialami adalah dibentak-bentak oleh pengendera yang melewati perlintasan. "Sampai menahan BAB karena saking padatnya KA yang akan melintasi," ujar Faturohman saat menyampaikan keluh kesahnya selama menjadi petugas penjaga perlintasan.
Keluh kesah ini disampaikan Faturohman di sela-sela Diskusi Terbatas: Permasalahan dan Upaya Meminimalkan Risiko Kecelakaan di Perlintasan Sebidang, Selasa (22/8/2017).
Perilaku masyarakat pengguna jalan yang tidak tertib di pelintasan sebidang dikeluhkan para penjaga. Di sisi lain, kendati punya peran penting menjaga pelintasan, kiprah para penjaga ternyata kerap dipandang sebelah mata.
Fatur, penjaga pintu pelintasan sebidang di Stasiun Duri mengatakan, dirinya kerap dimaki para pengguna jalan yang tidak tertib. Dia mengaku sudah enam tahun bekerja sebagai penjaga pintu pelintasan sebidang. "Kami bekerja terkadang sampai menahan buang air karena saking padatnya kereta yang melintas," ujarnya.
Dia bersyukur, selama menjalani pekerjaan sebagai penjaga pintu pelintasan, upah yang menjadi haknya tidak pernah kurang dari klausul kontrak. Dia juga belum pernah mengalami keterlambatan penerimaan gaji.
Namun, dia dan para koleganya menemui ganjalan karena tidak mendapat hak cuti. Untuk menyiasati hal itu, biasanya Rohman bertukar shift dengan rekan kerjanya atau memanfaatkan jatah libur. Dalam seminggu, dia bekerja lima hari dalam satu pekan. "Tapi apakah selamanya akan seperti itu, harapan terbesar kami bisa diangkat sebagai karyawan tetap PT KAI," harapnya.
Penjaga pintu pelintasan lainya, Adrian mengaku juga kerap dimaki pengguna jalan yang tidak tertib. Bahkan, sebagian diantaranya para pejabat publik. "Mereka bahkan ada yang minta kami memberhentikan kereta," terangnya.
Adrian mengaku dia sudah penjaga pintu pelintasan sebidang selama 20 tahun. Dia dan para penjaga pintu pelintasan lainnya mendapat upah dari dana swadaya masyarakat karena pelintasan yang dia jaga bukan pelintasan resmi.
Berikut ini curhatan Faturohman yang dituangkan ke dalam tulisan tangannya sendiri: