Bisnis.com, JAKARTA - Luas peremajaan kebun karet meningkat dibandingkan tahun lalu, setelah Kementerian Pertanian memperoleh tambahan alokasi peremajaan karet di anggaran perubahan 2017.
Luas peremajaan kebun karet pada 2017 menjadi 14.750 ha, terdiri dari 5.100 ha pada anggaran belanja murni dan 9.650 ha pada anggaran perubahan, lebih tinggi dibandingkan luas peremajaan pada 2016 sebesar 3.600 ha. Meski demikian, luas peremajaan tahun ini masih lebih rendah dari 2015 sebesar 19.600 ha.
Kasubdit Tanaman Karet dan Tanaman Tahunan Lain Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian Hafiza menyampaikan, peremajaan kebun karet telah mencapai 80% dari luas peremajaan sebesar 5.100 ha pada awal tahun. Petani telah melakukan penanaman sejak Juni, sementara sisanya masih menunggu turun hujan.
Peremajaan banyak dilakukan di kebun karet Sumatera Selatan, Jambi, dan Kalimantan Selatan. Adapun peremajaan 9.650 ha mulai memasuki tahap persiapan.
Alokasi peremajaan karet yang diperoleh lebih rendah dari usulan Ditjen Perkebunan yakni rata-rata 20.000 ha per tahun. Data Ditjen Perkebunan 2015 menyebut, total kebun karet yang perlu peremajaan seluas 722.548 ha dari total luas kebun karet 3,6 juta ha.
Peremajaan karet mendesak dilakukan karena banyak tanaman karet yang berusia lebih dari 30 tahun. Namun, biaya peremajaan kebun karet sekitar Rp67,2 juta per ha terhitung besar, sehingga membebani petani. Sementara, sekitar 85% dari kebun karet merupakan perkebunan rakyat.
Hafiza mengatakan, alokasi replanting diberikan sebesar Rp9 juta - Rp12 juta untuk benih, pupuk, dan pemeliharaan sampai tahun keempat. Ini belum memperhitungkan biaya tenaga kerja.
Menurutnya, peremajaan ini dapat meningkatkan produktivitas tanaman menjadi 1,5 ton per ha, dari kondisi lima tahun terakhir 1 ton per ha.
"Tidak bisa otomatis mendongkrak harga, karena harga karet ditentukan oleh dunia. Replanting hanya salah satu penopangnya Namun, dengan harga yang saat ini, tepat untuk dilakukan replanting," katanya dihubungi pada Jumat (18/8).
Sebelumnya, Direktur PT Riset Perkebunan Nusantara Teguh Wahyudi menyampaikan, kondisi bisnis perkebunan seperti kopi, kakao, karet, teh, dan tebu, mengalami kemunduran karena turunnya harga komoditas, produktivitas rendah, dan kondisi iklim yang tidak bersahabat.
Hal ini terlihat dari pertumbuhan devisa beberapa komoditas utama perkebunan seperti karet US$11,4 miliar pada 2011 menjadk US$3,4 miliar pada 2016, teh US$0,6 juta pada 2011 menjadi US$0,11 juta pada 2016.
Begitu pula produksi sangat kecil pada komoditas karet sebesar 5,6%, kopi 0,1%, bahkan negatif pada kakao dan teh. Luas areal komoditas umumnya tumbuh stagnan, bahkan negatif, kecuali pada kelapa sawit dan kakao yang tumbuh di atas 5%.
Sementara pada kelapa sawit, devisa yang dihasilkan US$17,7 miliar pada 2011, naik sedikit menjadi US$18,1 miliar pada 2016. Pertumbuhan produksi meningkat cukup tajam dalam lima tahun terakhir pada kelapa sawit sebesar 43%.