Bisnis.com, JAKARTA - Serikat Pekerja PT. Jakarta International Container Terminal (JICT) menyatakan, Surat Peringatan (SP) ke-2 yang diikuti pemotongan gaji oleh manajemen terhadap ratusan pekerja yang ikut aksi mogok kerja.
Tindakan tersebut dinilai dapat dikategorikan intimidasi terhadap pekerja dan mengancam kondusivitas pelabuhan. Surat peringatan tersebut dikirimkan sehari setelah mogok dihentikan dan dikirimkan sekitar pukul 20.00 WIB lewat email dan dikirim langsung ke rumah masing-masing pekerja.
Ketua Umum SPJICT, Nova Sofyan Hakim mengatakan, tindakan manajemen tersebut patut dipertanyakan setelah wanprestasi hak pekerja dan manajemen membiarkan mogok JICT selama 5 hari yang merugikan, tidak hanya bagi perusahaan namun juga bagi pelanggan.
"Selain tidak berdasarkan aturan Undang-Undang, Surat Peringatan ke-2 tersebut juga menyalahi aturan PKB yang berlaku di perusahaan," ujarnya melalui siaran pers SPJICT, Kamis (10/8/2017).
Selain itu, kata dia, Pemerintah lewat Kepala Sudinaker Jakarta Utara Dwi Untoro menyatakan saat pekerja menyatakan setop mogok, bahwa surat peringatan pertama yang diberikan kepada 541 pekerja oleh manajemen dinyatakan tidak berlaku.
Nova mengatakan, bukan tidak mungkin gejolak yang diciptakan manajemen JICT kepada pekerja akan kembali mengancam iklim kondusivitas pelabuhan.
Bahkan,menurutnya, dugaan tindakan intimidasi manajemen JICT tidak dapat dilepaskan dari upaya membungkam pekerja yang mengkritisi perpanjangan kontrak JICT kepada Hutchison Hong Kong tanpa dasar hukum.
"SPJICT memastikan tidak akan mundur satu langkahpun dalam upaya menyelamatkan JICT sebagai aset emas bangsa dan pelabuhan petikemas terbesar di Indonesia serta fungsinya sebagai gerbang perekonomian nasional," tegas Nova.(K1)