Bisnis.com, JAKARTA - Empat terminal ekspor impor lainnya di Pelabuhan Tanjung Priok telah ditetapkan mendapat limpahan atau pengalihan pelayanan 20 kapal karena dampak aksi mogok JICT yang bakal dilaksanakan serikat pekerja Jakarta International Container Terminal (JICT) pada 3-10 Agustus 2017.
Dirut PT JICT Gunta Prabawa mengatakan penetapan pelimpahan atau peralihan 20 kapal dari JICT itu melalui rapat kordinasi dengan kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok.
"Ada 20 kapal yang dilimpahkan dari JICT keterminal lainnya sebagai upaya contingency plan jika mogok pekerja JICT terjadi," ujarnya kepada Bisnis pada Rabu (2/8/2017).
Pengalihan kapal dari JICT itu yakni ke terminal peti kemas Koja sebanyak tujuh kapal, New Priok Container Terminal One (NPCT-1) sebanyak enam kapal, Terminal 3 Tanjung Priok lima kapal dan ke Terminal Mustika Alam Lestari (MAL) dua kapal.
Gunta juga mengatakan pihaknya sudah mengeluarkan surat edaran (SE) kedua bernomor 608/1/14/JICT-2017 yang menginformasikan bahwa pelayanan JICT di gate-in dan billing JICT akan dihentikan pada Kamis 3 Agustus 2017 pukul 03.00 WIB hingga 15.00 WIB.
Dalam SE itu disebutkan alasan penghentian layanan sehubungan dengan sedang dilakukan rekonfigurasi sistem terkait dengan penyusunan kembali lapangan penumpukan antara PT JICT dan TPK Koja yang memerlukan waktu penyelarasan sistem selama 12 jam.
Segala biaya yang muncul kagiatan itu akan ditanggung JICT yaitu penumpukan, reefer, dan recooling. "Jadi, yang berlaku itu SE yang kedua, bukan yang pertama," tegas Gunta.
Sebelumnya, manajamenen JICT juga mengeluarkan surat edaran yang menyatakan menghentikan sementara kegiatan operasional dan layanan billing mulai 2 Agustus 2017 mulai pukul 20.00 WIB hingga batas waktu yang belum ditentukan.
Penghentian kegiatan di JICT itu disampaikan melalui surat edaran Presiden Direktur JICT Nomor. HM.608/1/13/JICT-2017 tanggal 1 Agustus 2017 yang ditujukan kepada pengguna jasa dan asosiasi. Hal itu ditempuh manajemen JICT merespons rencana mogok pekerja JICT pada 3-10 Agustus 2017 mulai pukul 07.00 WIB.
SE Presdir JICT itu menyebutkan pelayanan Billing JICT ditutup mulai 2 Agustus 2017 pukul 22.00 WIB sampai ada pemberitahuan lebih lanjut. Sedangkan pelayanan di gate JICT akan ditutup mulai pukul 23.00 WIB sampai adanya pemberitahuan lebih lanjut.
Sekretaris DPW Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta, Adil Karim, mengatakan pengusaha baru hanya mendengar adanya contingency plan atas dampak mogok JICT yang terkait dengan bongkar muat dan pelayanan kapal saja.
Dia mengatakan yang perlu diperhatikan adalah bagaimana rekayasa untuk layanan receiving dan delivery-nya.Sebab kontainer yang sudah ada di pelabuhan sebelum adanya aksi mogok.
"Bagaimana kalau pemilik barangnya mau mengambil barang/kontener itu. Kami gak melihat upaya delivery terhadap kontener yang sudah terlanjur di dalam dan sudah dibongkar dari kapal-kapal sebelumnya di JICT," ujarnya.
3 Pernyataan Sikap SPJICT
Sementara itu, Serikat Pekerja JICT menyatakan tetap akan melakukan aksi mogok kerja mulai Kamis 3 Juli 2017 pukul 07.00 WIB.
Sekjen SPJICT Mokhammad Firmansyah Sukardiman mengatakan demi sewa perpanjangan kontrak ilegal, direksi JICT justru sengaja merugikan pelanggan dan mengorbankan pekerja.
Dia mengatakan perpanjangan kontrak JICT sudah dinyatakan BPK melanggar Undang-Undang, tapi secara paksa dijalankan direksi JICT. Uang sewa (rental fee) perpanjangan kontrak JICT senilai US$85 juta per tahun dibayarkan tanpa dasar hukum kepada Pelindo II sejak 2015.
"Pembayaran sewa ilegal ini berdampak terhadap pengurangan hak karyawan yang tercantum dalam aturan dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) perusahaan," ujar Firman melalui siaran Pers SP JICT, Rabu (2/8/2017).
Namun, kata dia, beberapa kali direksi wanprestasi terhadap risalah rapat pemenuhan hak pekerja yang sudah sesuai dengan aturan perusahaan.
Firman mengatakan terkait dengan hal itu, SPJICT menyampaikan tiga pernyataan sikapnya. Pertama, atas nama uang sewa ilegal perpanjangan JICT, Direksi nekat mengangkangi hukum di Indonesia, melakukan kesewenangan terhadap hak karyawan walau tercantum di aturan dan PKB serta mengorbankan pengguna jasa dengan jumlah kerugian diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah karena dampak mogok akibat wanprestasi direksi.
Kedua, direksi lebih memilih rental fee ilegal daripada karyawan dan pengguna jasa. Terbukti secara sepihak, direksi sudah mendahului mogok pekerja dengan menutup JICT terhitung sejak Rabu (2/8/2017).
Namun konyolnya dalam hitungan jam, direksi merevisi penutupan JICT dimulai menjadi Kamis (3/8/2017). Selain itu, direksi mengondisikan operator pengganti, mengalihkan kapal dan upaya-upaya lain sehingga opportunity loss yang ditimbulkan malah lebih besar ketimbang menyelesaikan wanprestasi hak pekerja, yang semuanya sesuai dengan aturan main perusahaan, bukan meminta tambahan-tambahan seperti yang selama ini sengaja diembuskan ke publik untuk fitnah karyawan.
Ketiga, rata-rata pendapatan JICT mencapai Rp3,5 triliun per tahun. Pada 2016, biaya pegawai turun 13% namun biaya overhead termasuk direksi dan komisaris naik 18%.
Dengan melakukan fitnah gaji pekerja JICT besar, ada pihak-pihak yang seolah sengaja ingin memolitisasi pekerja dan memberi kesan bahwa yang boleh bergaji besar hanya tingkat direksi dan komisaris JICT.
"Untuk itu kami akan melawan segala upaya-upaya sistematis direksi dan pihak-pihak lain untuk menghancurkan pekerja dan gerakan penyelamatan aset nasional JICT," ujar Firman.