Bisnis.com, JAKARTA--Kementerian Perindustrian terus memperkuat program vokasi yang menyelaraskan pendidikan sekolah kejuruan dengan kegiatan operasional industri.
Program pendidikan vokasi itu mulai diujicobakan di Jawa Barat. Program yang sama sudah dilaksanakan di di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta.
“Kami tengah fokus menyiapkan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) lokal yang kompeten karena menjadi sebuah prasyarat untuk mendorong peningkatan produktitivas industri nasional,” ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam Peluncuran Program Pendidikan Vokasi Industri untuk wilayah Jawa Barat di PT Astra Otoparts Tbk., Cikarang, belum lama ini.
Peluncuran program itu diresmikan secara langsung oleh Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Menperin menjelaskan, pelaksanaan program vokasi industri didasarkan pada Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan, di mana Kemenperin mendapat tugas antara lain untuk meningkatkan kerja sama dengan dunia usaha, memberikan akses yang lebih luas bagi siswa SMK dalam melakukan praktek kerja lapangan dan program pemagangan industri bagi guru.
“Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja industri yang semakin meningkat, perlu diantisipasi dengan pengembangan pendidikan vokasi yang berorientasi pada kebutuhan pasar kerja atau demand driven,” ungkapnya. Pada tahap I dan II, Kemenperin telah melibatkan sebanyak 167 industri dan 626 SMK untuk wilayah Jawa Timur serta Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta.
Sementara itu, untuk wilayah Jawa Barat, Kemenperin menggandeng sebanyak 140 industri dan 409 SMK dengan dilakukan penandatanganan mencapai 807 perjanjian kerja sama. “Jumlah perjanjian kerja sama itu, karena sebagian SMK dibina oleh lebih dari satu perusahaan, sesuai dengan program keahlian yang dimiliki,” tutur Airlangga. Selanjutnya, program ini secara bertahap akan dilanjutkan di wilayah DKI Jakarta, Banten, dan Sumatra.
Pada tahun 2019, Kemenperin menargetkan program pendidikan vokasi industri ini diikuti sebanyak 1.775 SMK dan 355 industri dengan jumlah lulusan tersertifikasi yang dihasilkan mencapai 845.000 orang. “Sebagai tindak lanjutnya, telah dilakukan penyelarasan kurikulum dan silabus sesuai dengan kebutuhan industri, serta penyusunan modul pembelajaran untuk 25 kompetensi keahlian bidang industri, dan telah disampaikan hasilnya kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,” papar Airlangga.
Untuk mendukung implementasi kurikulum yang selaras dengan kebutuhan industri tersebut, Kemenperin akan memfasilitasi penyediaan dan peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan dan pemagangan di industri, penyediaan silver expert sebagai tenaga pengajar di SMK, serta penyediaan peralatan untuk workshop dan laboratorium di SMK.
Di samping mendukung program revitalisasi SMK untuk penguatan pendidikan vokasi, Kemenperin juga tengah mendorong peran pondok pesantren dalam upaya mewujudkan kemandirian industri nasional. Langkah strategis ini dilakukan melalui Program Pengembangan Industri di Pondok Pesantren, yang berbasis pada business process outsourcing (BPO), joint operation, dan capacity building dengan kerja sama beberapa perusahaan industri dan perbankan.
“Untuk itu, dalam kesempatan ini dilakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) peningkatan kapasitas kemandirian pondok pesantren dan pemberian smart card Fintech secara simbolis kepada pengelola pondok pesantren,” kata Menperin.
Aplikasi dan smart card Fintech ini bertujuan untuk mempermudah pengelolaan keuangan pondok pesantren yang dapat dimonitor secara real time, dengan beberapa fitur seperti pengiriman uang dari wali santri kepada santri, belanja di koperasi pesantren, pembelian pulsa, menabung, pemasaran produk pesantren ke masyarakat umum melalui e-commerce, serta penyediaan kredit perumahan bagi santri dan pengurus pondok pesantren ke depannya.
“Selain itu dikembangkan juga program Santripreneur yang bertujuan meningkatkan pemberdayaan ekonomi melalui penumbuhan wirausaha baru di lingkungan pondok pesantren, melalui bimbingan, pendampingan, bantuan mesin dan peralatan, serta fasilitasi promosi melalui festival ekonomi syariah Islamic Sharia Economic Festival (ISEF) tahun 2017,” papar Airlangga.
Selain itu ada pula teaching factory untuk mendorong SMK dan pondok pesantren dalam mengembangkan pendidikan vokasi yang berorientasi produksi “Kali ini, kami melibatkan dua pesantren, yaitu Pesantren Nurul Iman di Bogor yang mempunyai 25.000 santri, dan Pondok Pesantren Sunan Derajat. Untuk Pesantren Nurul Iman bekerja sama dengan Bank Tabungan Negara, sedangkan untuk Pesantren Sunan Drajat dengan Bank Indonesia,” ungkapnya.
Airlangga menambahkan, dalam rangka mendukung investasi dan pertumbuhan industri di kawasan industri dan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI) melalui penyediaan tenaga kerja kompeten, Kemenperin juga telah mendirikan Politeknik dan Akademi Komunitas di beberapa kawasan industri dan WPPI.
Di samping mengembangkan pendidikan vokasi baik di tingkat menengah maupun tinggi, Kemenperin juga menyelenggarakan program diklat dengan sistem 3 in1 (pelatihan, sertifikasi kompetensi, dan penempatan kerja). Pada tahun 2017, target program ini diikuti sebanyak 22.000 orang. “Kami berharap, hingga tahun 2019, program diklat ini melibatkan sebanyak 162.000 orang,” imbuhnya.
Dalam kesempatan peluncuran vokasi industri Jawa Barat, dilakukan penyematan tanda peserta diklat sistem 3 in1 yang diikuti oleh 400 orang, terdiri dari diklat operator mesin industri garmen sebanyak 300 orang, yang akan ditempatkan bekerja pada 10 perusahaan industri tekstil di Jawa Barat serta diklat alas kaki sebanyak 100 orang, yang akan ditempatkan bekerja di Adis Dinamika Sentosa, Majalengka.
Dengan 845.000 siswa dalam program link and match dan 162.000 lulusan diklat 3 in 1, Kemenperin optimistis target 1 juta SDM industri yang tersertifikasi kompetensi sampai tahun 2019 akan tercapai.