Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ada Apa Di Balik Beras?

Dunia pertanian kita kembali marak. Kali ini dipicu oleh aksi penggerebekan gudang milik PT Indo Beras Unggul (IBU) di Bekasi, anak perusahaan PT Tiga Pilar Sejahtera (TPS).
Warga melintas di samping beras yang dijual di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa (16/5)./Antara-Sigid Kurniawan
Warga melintas di samping beras yang dijual di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa (16/5)./Antara-Sigid Kurniawan

Dilarang Membeli Gabah Petani Terlalu Mahal? (1)

Bisnis.com, JAKARTA - Beberapa hari lalu, Kamis (20/7/2017) negeri ini seperti terhenyak. Tim Satgas Pangan, yang dibentuk jelang Ramadhan dan Lebaran 2017 menyegel PT Indo Beras Unggul, produsen beras cap Ayam Jago dan Maknyuss, lantaran sejumlah tuduhan a.l. melakukan penipuan dengan menjual beras medium bersubsidi seharga beras premium.

Kemudian, penyelidikan sementara Tim Satgas Pangan, termasuk Dittipideksus Bareskrim Polri,  perusahaan produksi beras itu membeli gabah kering giling bersubsidi dari petani seharga Rp4.900/kg.  Angka itu jauh di atas harga eceran tertinggi yang ditetapkan Kementerian Perdagangan, yakni Rp3.700/kg.

"Permendag Nomor 27/M-DAG/PER/2017, di mana untuk harga acuan pembelian dipetani, gabah kering panen Rp3.700/kg, gabah kering giling Rp 4.600/kg, dan beras Rp 7.300/kg," ujar Kepala Bareskrim Polri, Komjen Ari Dono Sukmanto.

Menurut Ari, praktik tersebut membuat para petani lebih memilih menjual gabahnya kepada kedua perusahaan tersebut. Di sisi lain, praktik itu terindikasi curang dalam peraturan persaingan usaha karena membuat pelaku usaha sejenis merugi dan gulung tikar.

PT Indo Beras beroperasi sejak 2010 sekaligus melakukan praktik pembelian dari petani setelah PT Tiga Pilar Sejahtera mengakuisisi sejumlah perusahaan, seperti Dunia Pangan dan Alam Makmur Sembada.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian pun angkat bicara.  Ada sejumlah dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan perusahaan itu. Ada dugaan kecurangan dalam persaingan usaha dan dugaan nilai barang tidak sesuai dengan label yang masuk ke Undang-Undang Perlindungan Konsumen. 

Jika aksi yang sama yang dilakukan di Mojokerto tidak menimbulkan reaksi, kali ini, terutama terhadap Mentan Amran Sulaiman, banyak orang angkat bicara. Tidak tangung-tanggung, jebolan IPB sekaligus  ekonom dari The Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Dradjad Wibowo dan Ombudsman RI menyoroti penggerebekan pabrik beras premium itu.

Dalam pandangan Drajad  kisruh beras ini membuat pemerintahan Jokowi menjadi terlihat anti-petani dan anti-perusahaan pertanian.  Tak ayal, tokoh PAN ini --dengan suratnya-- mendesak Presiden Joko Widodo  menegur keras Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian dan Menteri Pertanian Amran Sulaiman dalam perkara perberasan.

Pasalnya,  bagi Dradjad, tindakan itu membuat heran. Saat dia   masih mahasiswa di IPB,  mempelajari ekonomi pertanian agribisnis, tata niaga pertanian adalah hal yang paling sering menjadi salah satu titik paling lemah dalam pembangunan pertanian.

"Bahkan  menjadi kontribusi negatif terhadap kesejahteraan petani," ujarnya. Sering kali petani harus membayar input tani yang terlalu mahal atau menerima harga jual hasil tani yang terlalu murah.  "Akibatnya, rumus taninya, atau Indeks Nilai Tukar Petani, cenderung jelek bagi petani," tutur Drajad.

Dia mengatakan penyebabnya antara lain karena rantai tata niaga yang terlalu panjang dan pemain tata niaga yang eksploitatif.  "Kalaupun berbuat salah, PT IBU cukup diberi pembinaan. Bukan malah dihukum dengan tuduhan-tuduhan yang membuat alumnus pertanian seperti saya bertanya-tanya, Pak Mentan dan Pak Kapolri ini paham pertanian tidak ya?” ucap Dradjad dalam keterangan tertulisnya.

Dradjad menambahkan, PT IBU  bukan penolong petani yang tanpa kepentingan. Mereka hanya perusahaan hilir beras yang mencari keuntungan. Namun, yang mereka lakukan adalah sebuah inovasi tata niaga. Hasilnya, mereka sanggup membeli harga yang lebih mahal dari petani, sekaligus sanggup menjual dengan harga yang lebih mahal kepada konsumen.

“Artinya, mereka mampu menciptakan permintaan sekaligus margin yang cukup besar sebagai imbalan bagi inovasinya. Petani juga diuntungkan, meskipun saya yakin IBU lebih diuntungkan dibanding petani,” tutur Dradjad.

"Ada pelanggaran prosedur…" ujar anggota Ombudsman RI. Lembaga pun menyoroti penggerebekan pabrik beras premium yang berlokasi di Bekasi, Jawa Barat, pada Kamis pekan lalu. Lembaga pengawas pelayanan publik itu menilai ada prosedur yang dilanggar tim Satuan Tugas Pengendalian Pangan.

“Bila beras di atas harga acuan, lakukan operasi pasar sesuai dengan amanat Undang-Undang Pangan, bukan penggerebekan,” kata anggota Ombudsman, Alamsyah Saragih. 

Ada tiga kejanggalan yang jadi sorotan lembaga itu  terkait kasus  PT Indo Beras.

1. Pertama, prosedur yang tidak sesuai.  Kepolisian dan Kementerian Pertanian  mengklaim perusahaan memalsukan tabel kandungan gizi pada beras kemasan Cap Ayam Jago dan Maknyuss. Beras ditulis premium, padahal isinya nonpremium.

 “Kalau isunya kandungan,  yang berhak menelisik  Badan Pengawasan Obat dan Makanan.”

Nyatanya,  BPOM tidak tergabung dalam tim Satgas Pangan. Tim itu terdiri atas kepolisian, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian BUMN, Badan Urusan Logistik, serta Komisi Pengawasan Persaingan Usaha.

2. Harga jual per kilogram PT Indo Beras. Kementerian mengklaim harga jual beras merek Cap Ayam Jago dan Maknyuss mencapai Rp 26.000 per kilogram.

“Kalau soal harga, kan ada KPPU yang memeriksa soal harga tinggi. Namun, buktikan dulu harga itu di minimarket mana? Di Indomaret, beras itu paling sekitar Rp 13.000 per kilogram,” ujarnya.

3.  Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 41 Tahun 2107 yang diresmikan pasca-penggerebekan itu.

“Dengan menetapkan harga seperti itu, seolah-olah pemerintah bisa mengendalikan harga. Padahal ada kemungkinan harga mahal karena pasokan beras kurang,” ucapnya.

PT IBU juga dituding mematikan penggilingan kecil karena membeli dari petani dengan harga mahal. Akibatnya, tak ada petani yang mau menjual gabah kepada penggiling lain.

Menurut Alamsyah, penggilingan yang dimiliki PT Indo Beras tak signifikan bila dituduh melakukan oligopoli. “Penggilingan itu ada di mana-mana. Pangsa pasarnya saya rasa tidak sebesar itu,” katanya.

Sayang, dan ini tragedi, Permendag itu sudah dihapus diganti Permendag 47/2017 pada 18 JUli 2017. Lalu, Permendag 47 itu dinyatakan batal diterapkan. So, persoalan baru, IBU korban dan status hukuman dipertanyakan banyak pihak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Martin Sihombing

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper