Bisnis.com, JAKARTA—Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menargetkan peningkatan peran manufaktur di dalam ekonomi nasional sebesar 25%. Strategi untuk mencapai target itu adalah dengan menggenjot program pendidikan vokasi.
“Kontribusi industri pengolahan nonmigas masih sebesar 20% terhadap ekonomi nasional. Melalui pelaksanaan program vokasi industri, kami targetkan naik menjadi 25%,” ujarnya dalam siaran pers, Kamis (27/7/2017).
United Nations Industrial Development Organization mencatat nilai tambah manufaktur di Indonesia masuk ke dalam 10 besar dunia. Posisi Indonesia berada di atas Meksiko dan Spanyol, serta sejajar dengan Inggris.
“Kami berharap mereka yang terlibat dalam program pendidikan vokasi bisa masuk ke industri strategis. Dan nantinya mereka menjadi entrepreneur yang membangun industri kecil dan menengah,” ujarnya.
Menurutnya, pendidikan menjadi pilar terpenting bagi pembangunan dan pemerataan ekonomi nasional. Pendidikan vokasi di sisi lain juga dapat mendorong peningkatan daya saing industri dalam negeri.
“Pengembangan pendidikan vokasi menjadi solusi dalam menghadapi persaingan pasar bebas. Terutama Masyarakat Ekonomi ASEAN yang membutuhkan tenaga kerja berkompetensi tinggi,” ujarnya.
Pendidikan vokasi diarahkan untuk memastikan SDM industri memiliki standar kompetensi yang mampu bersaing di tingkat regional dan global. “Sehingga mereka juga bisa bekerja di luar negeri dan sasarannya untuk ekonomi di ASEAN terintegrasi. Karena seluruh tenaga kerja mampu mengisi kebutuhan di dunia industri,” imbuhnya.
Menurutnya, semakin banyak negara yang menggenjot pendidikan vokasi industri. Salah satunya Swiss yang menerapkan dual vocational education and training pada sistem pendidikan kejuruan nasionalnya.
Sistem itu memadukan pendidikan teknis dan praktik kerja lapangan. Lulusan sekolah kejuruan negara itu lebih siap memasuki pasar kerja karena telah menguasai berbagai keahlian praktikal saat masa pendidikan.
“Benefit yang akan didapat dari perusahaan adalah memperoleh tenaga kerja yang sudah terdidik sehingga bisa mengefisienkan cost pelatihan karena mereka sudah bisa langsung bekerja di unit-unit produksi. Kedua-duanya mendapat win-win solution,” ujarnya Airlangga.
Dalam program vokasi ini, Kemenperin juga meminta kepada para expert di industri yang memasuki masa pensiun agar bisa menjadi guru untuk mengajar di SMK. “Di samping itu, kami bersama Kementerian Keuangan serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, telah berkoordinasi untuk mengalokasikan anggaran per SMK bisa mendapat Rp500 juta supaya menambah peralatan praktik yang terbaru,” ungkapnya.
Guna menciptakan SDM industri yang terampil, Kemenperin pun membangun politeknik di beberapa kawasan industri, seperti di Morowali, Sulawesi Tengah yang dijadikan pusat pengembangan industri feronikel. “Kami sudah memetakan pusat industri sesuai basis sumber daya alam di wilayah setempat. Dengan dibangunnya politeknik, perusahaan juga diharapkan merekrut putra-putri terbaik di daerah tersebut,” terangnya.
Menperin menyampaikan, program pendidikan vokasi industri ini juga menjadi salah satu loncatan cepat untuk menghadapi Industry 4.0 atau revolusi industri keempat, dengan memanfaatkan antara lain melalui Internet of things, advanced robotics, 3D printing, artificial intelligence, virtual and augmented reality. “Karena Industry 4.0, basis utamanya adalah knowledge,” uajrnya.
Selanjutya, pembangunan industri akan diarahkan untuk menciptakan ekonomi yang inklusif dengan mengembangkan e-market places. “Kemenperin mendorong pengembangan IKM, di antaranya melalui logistic center dan memfasilitasi program KITE serta pendalaman industri bagi yang skala besar, seperti industri semen, baja, pupuk, tekstil, dan makanan,” sebutnya.
Kemenperin mendorong pula industri nasional untuk membangun pusat inovasi. “Jadi, kami berharap agar ekosistem inkubasi itu tumbuh kembali. Kemudian, persebaran wilayah industri sesuai arahan Bapak Presiden Joko Widodo, guna mewujudkan pembangunan yang Indonesia sentris. Dalam hal ini, kami tengah memfasilitasi pembangunan 14 kawasan di luar Jawa, baik itu kawasan ekonomi khusus maupun kawasan industri,” pungkas Airlangga.