Bisnis.com, JAKARTA - Forum Pengusaha Depo Kontener Indonesia (Fordeki) memastikan tarif relokasi barang impor yang melewati masa timbun 3 hari (long stay) dan sudah mengantongi surat persetujuan pengeluaran barang (SPPB) bisa dipangkas hingga 25% dari tarif overbrengen yang berlaku saat ini di Pelabuhan Priok, Jakarta.
Ketua Umum Fordeki Syamsul Hadi mengatakan tarif relokasi barang impor yang belum mengantongi SPBB atau overbrengen dari terminal peti kemas ke TPS tujuan untuk peti kemas ukuran 20 feet yang berlaku saat ini di Pelabuhan Priok mencapai Rp1.275.000/bok yang terdiri dari angsur peti kemas (moving) Rp.900.000 dan lift on-lift off (lo-lo) Rp375.000. Tarif itu belum termasuk storage Rp82.500/boks/hari.
Adapun ukuran peti kemas 40 feet dikenakan Rp1.675.000/boks yang berasal dari moving Rp1.100.000 dan lo-lo sebesar Rp575.000, belum termasuk storage Rp142.500/boks/hari. Untuk kegiatan overbrengen peti kemas impor itu juga dibebankan biaya administrasi Rp100.000 per peti kemas.
Syamsul mengatakan Fordeki sudah membuat formulasi tarif kegiatan relokasi barang impor yang dilakukan setelah memperoleh SPPB atau sudah clerance kepabeanan yang berasal dari terminal peti kemas ke fasilitas non-TPS atau buffer Pelabuhan Priok.
Untuk peti kemas impor ukuran 20 feet akan dikenakan Rp1 juta/boks dengan rincian moving Rp750.000, dan lo-lo Rp250.000, belum termasuk storage Rp67.500/boks/hari.
Adapun untuk ukuran 40 feet akan dikenakan Rp1,4 juta/boks dengan perincian moving Rp950.000 dan lo-lo Rp450.000, belum termasuk storage Rp127.500/boks/hari. Untuk kedua layanan itu juga dikenai biaya administrasi Rp100.000/peti kemas.
"Dengan begitu, nantinya tarif relokasi barang impor SPPB atau long stay di depo anggota Fordeki, kami pangkas 25% lebih rendah dibandingkan dengan tarif overbrengen yang berlaku selama ini di tempat penimbunan sementara," ujarnya kepada Bisnis.com di Jakarta pada Kamis (20/7/2017).
Syamsul mengutarakan buffer area peti kemas impor yang sudah clearance kepabenan di Pelabuhan Priok itu idealnya berada di Marunda dan Cakung Cilincing karena berdekatan dengan Pelabuhan Tanjung Priok.
Pasalnya, menurut dia, pergerakan volume ekspor impor Priok saat ini didominasi hinterland wilayah timur seperti Bandung, Karawang, Cikarang, Bekasi yang mencapai 60%, sedangkan dari wilayah barat dan selatan seperti Bogor dan Tangerang 40%.
"Yang paling dekat Marunda atau Cilincing sebagai buffer area peti kemas SPPB, sebab 60% impor-ekspor Priok itu berasak dari timur dan 40%-nya dari barat dan selatan. Apalagi saat ini sudah tersambung akses tol Priok," papar Syamsul.
Dihubungi terpisah, Ketua Forum Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) Pelabuhan Tanjung Priok M. Qadar Jafar mengatakan mesti ada jaminan dari sisi keamanan dan pengawasan saat barang impor long stay direlokasi ke luar pelabuhan atau depo.
Soalnya, kata dia, barang impor yang sudah SPPB tidak ada lagi kewajiban Bea Cukai untuk mengawasi barang tersebut, karena sudah selesai kewajiban kepabeanannya.
"Selama ini importir hanya diimbau agar segera mengeluarkan barangnya jika sudah SPPB atau clearance kepabenan," ujarnya.
Guna menekan dwelling time di Pelabuhan Priok, terhadap barang impor yang sudah mengantongi SPPB atau cleraance pabean dan menumpuk lebih 3 hari wajib dipindahkan ke buffer area atau lini 2 pelabuhan.
Hal itu diatur melalui Peraturan Menteri Perhubungan No:25/2017 tentang Perubahan atas Permenhub No:116/2016 tentang Pemindahan Barang yang melewati batas waktu penumpukan (long stay) di pelabuhan Tanjung Priok, Belawan, Tanjung Perak, dan Makassar.
Beleid itu juga diperkuat dengan adanya peraturan Ka OP Tanjung Priok No: UM.008/31/7/OP.TPK-16 tentang Tata Cara atau Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemindahan Barang longstay di Pelabuhan Tanjung Priok.