Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok mewajibkan barang impor yang sudah clearance pabean atau sudah mengantongi surat perintah pengeluaran barang (SPPB) dari Bea dan Cukai pelabuhan setempat dan sudah melewati batas waktu penumpukan lebih dari 3 hari (longstay) dipindahkan ke buffer area atau lini 2 pelabuhan.
Kepala Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok, I Nyoman Gede Saputera, mengatakan implementasi kegiatan perpindahan barang impor longstay berstatus SPPB itu juga akan diberlakukan single billing.
Bahkan, kata dia, pihaknya juga sudah menerbitkan peraturan Ka OP Tanjung Priok No: UM.008/31/7/OP.TPK-16 tentang Tata Cara atau Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemindahan Barang Yang melewati Batas Waktu Penumpukan (Longstay) di Pelabuhan Tanjung Priok.
"Sudah ada mekanisme dan prosedur perpindahan barang impor yang sudah mengantongi SPPB atau longstay agar tidak terlalu lama dibiarkan menumpuk di kawasan lini satu pelabuhan atau terminal peti kemas," ujarnya.
Dia mengemukakan hal itu kepada Bisnis selepas mengelar pertemuan kordinasi dengan stakeholder di Pelabuhan Priok dalam rangka implementasi perpindahan barang impor yang sudah SPPB dan longstay, di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (18/7/2017).
Pertemuan itu diikuti oleh Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok, manajemen Pelindo II cabang Tanjung Priok, Jakarta International Container Terminal (JICT), dan TPK Koja.
Selain itu, manajemen PT Pelabuhan Tanjung Priok (PTP), Terminal Operasi 3 Pelabuhan Tanjung Priok, dan New Priok Container Terminal-One (NPCT-1).
Juga diikuti pengguna jasa dan perwakilan asosiasi pelaku usaha di pelabuhan Priok al; Forum Pengusaha Depo Kontener Indonesia (Fordeki), Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta, serta BPD Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) DKI Jakarta.
Dia mengatakan barang impor yang sudah mengantongi surat perintah pengeluaran barang (SPPB) dari Bea dan Cukai di Pelabuhan diduga masih banyak yang dibiarkan/sengaja ditumpuk di lini satu pelabuhan karena alasan di pelabuhan lebih aman meskipun disisi lain barang impor terkena tarif progresif.
Padahal, imbuhnya, kondisi itu akan memengaruhi dwelling time di Pelabuhan bergerak naik. "Ya makanya sekarang ini kami ajak semua stakeholders bagaimana supaya mekanisme perpindahan barang yang sudah mengantongi SPPB atau longstay tersebut bisa berjalan dengan tujuan mengurangi cost logistik."
Nyoman mengatakan perpindahan barang impor longstay itu juga sudah diamanatkan melalui Permenhub No:25/2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan No:116/2016 tentang Pemindahan Barang Yang Melewati Batas Waktu Penumpukan (Longstay) di pelabuhan utama Belawan Sumut, Tanjung Priok Jakarta, Tanjung Perak Surabaya, dan pelabuhan Makassar.
Nyoman mengatakan dalam pertemuan dengan stakeholders di Priok itu, terdapat empat kesimpulan yang disepakti yakni; pertama, pihak operator terminal dalam melaksnakan Permenhub No: 25/2017 harus mengacu pada standar operasional prosedur (SOP) yang telah diterbitkan oleh Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok.
Kedua, untuk menjalankan point pertama tersebut agar para operator terminal peti kemas di pelabuhan Priok dapat berkordinasi dengan Fordeki.
Ketiga, akan dibuatkan tarif kesepakatan bersama antara asosiasi penyedia dan pengguna jasa di pelabuhan Priok terkait dengan kegiatan perpindahan kontener impor yang sudah SPPB dari terminal asal ke lapangan non TPS di luar pelabuhan Priok.
Keempat, diterapkan sistem single billung untuk memberikan transparansi dan kepastian biaya logistik atas kegiatan perpindahan barang teraebut di pelabuhan Priok.
Ketua Umum Fordeki Syamsul Hadi mengatakan pihaknya sudah menyampaikan sejumlah usulan terkait perpindahan petikemas impor yang sudah mengantongi SPPB itu.
Usulan itu, ujar dia, pihak terminal yang menerbitkan list contener yang akan direlokasi ke depo. Setelah list itu diterima depo oleh pihak depo akan dicetak surat penarikan peti kemas atau tila.
Selanjutnya, SP2/tila tersebut kemudian dilaporkan dan difiat keluar oleh Bea dab Cukai yang ada di terminal.
"Tila itu sebagai dokumen yang akan digunakan pihak depo kontener untuk melakukan kegiatan relokasi barang impor yang sudah mengantongi SPPB," ujarnya kepada Bisnis (18/7/2017).
Dia juga menyoroti jika selama ini di Priok justru relokasi barang impor dilakukan terhadap barang yang belum SPPB atau yang sering dikenal dengan istilah overbrengen.
"Padahal barang impor yang di overbrengen itu belum clearance kok justru dipindah keluar pelabuhan, dan kenapa yang barang yang sudah SPPB justru dibiarkan menimbun di dalam pelabuhan," paparnya.
Syamsul mengemukakan untuk mendukung implementasi perpindahan barang SPPB di pelabuhan Priok itu, Fordeki sudah menyiapkan depo kontener sebagai back up area pelabuhan seluas 25 Ha yang berada di wilayah Marunda dan Cakung Cilincing.
"Itu untuk menampung kontainer impor yang sudah mengantongi SPPB dari Bea dan Cukai dan telah melebihi masa timbun," tuturnya.
Sekretaris DPW ALFI DKI Jakarta Adil Karim mengatakan pelaku logistik di Priok mendukung perpindahan barang impor yang sudah SPPB dan longstay untuk tetap menjaga dwelling time di pelabuhan Priok.
"Kalau buffer nya sudah siap, barang impor yang sudah SPPB seharusnya jangan dibiarkan ditimbun di pelabuhan," ujarnya.
Mekanisme pembayaran tagihan relokasi kontainer yang sudah SPPB menggunakan single billing:
1.Consigne melakukan pembayaran di Terminal Peti Kemas (TPK) seperti yang sudah berjalan pada billing TPK Koja.
2.Consigne dapat melakukan pembayaran di Depo peti kemaa mitra terminal seperti yang sudah berjalan pada sistem single billing JICT
3.Untuk pembayaran di Depo kontener mitra terminal maupun di TPK, consigne wajib melampirkan SPPB dan DO Pelayaran yang masih berlaku agar dapat dilakukan penyerahan kontener.
Sumber: Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok