Bisnis.com, JAKARTA—Produsen baja mengejar target ekspansi kapasitas terpasang di klaster industri baja Cilegon.
Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Mas Wigrantoro Roes Setiyadi menyatakan klaster baja Cilegon bakal memproduksi sebanyak 10 juta ton baja per tahun pada 2025.
Menurut Wigrantoro, Krakatau menggandeng mitra untuk mengekspansi kapasitas produksi klaster baja Cilegon. Salah satunya pabrikan baja asal Korsel, Pohang Steel Iron Company (Posco) untuk mengembangkan fasilitas blast furnace.
Biaya investasi yang disedot untuk pengembangan proyek itu mencapai US$656,3 juta.
“Blast furnace itu bakal menambah kapasitas terpasang klaster baja Cilegon sebesar 1,2 juta ton setiap tahun,” ujar Wigrantoro kepada Bisnis (3/7).
Wigrantoro menyatakan Krakatau sebenarnya juga tengah bersiap memperbesar kepemilikan komposisi saham pada entitas patungan bersama Posco, yaitu Krakatau Posco.
Baca Juga
Porsi kepemilikan Krakatau pada entitas itu masih minoritas, yaitu sebesar 30%. “Tapi itu mungkin baru dilakukan setelah proyek blast furnace berjalan,” ujar Wigrantoro.
Menurutnya, perseroan bakal menyelesaikan pembangunan fasilitas blast furnace pada awal tahun depan. Fasilitas itu bakal mulai dioperasikan secara komersial pada Februari tahun depan.
“Kalau blast furnace sudah jalan kita bisa mengefisiensi biaya sampai US$60-90 dolar per ton baja yang diproduksi. Dari situ baru bisa kita perbesar porsi kepemilikan Krakatau Posco,” ujar dia.
Sementara itu, Krakatau juga menggandeng Nippon Steel asal Jepang untuk membangun pabrik galvanized steel atau plat baja lapis dengan kapasitas 580 ribu ton per tahun.
Fasilitas itu rencananya mulai diuji coba untuk beroperasi pada September tahun ini.
Di samping itu, Krakatau juga tengah melanjutkan pembangunan pabrik baja lembar panas (Hot Strip Mill/HSM II).
Pabrik itu bakal menambah kapasitas produksi klaster baja Cilegon sebesar 1,5 juta ton per tahun.
Menurutnya, perseroan juga sangat berhati hati memperhatikan beban keuangan dalam mengekspansi kapasitas terpasang. Sebab beban keuangam perseroan masih terbilang tinggi bila dilihat dari laporan keuangan semester pertama tahun ini.
Perseroan masih mencatatkan rugi bersih senilai US$29 juta pada semester pertama, sementara Krakatau menargetkan sudah bisa mencetak laba mulai tahun ini.
"Beban keuangan masih cukup besar,maka itu yang perlu terus diturunkan dengan berbagai efisiensi. Maka mungkin tahun ini kita juga belum bisa running di kapasitas penuh," ujar dia.