Bisnis.com, JAKARTA—PT Indonesia Asahan Aluminium Persero (Inalum) berencana membangun pabrik di kawasan industri Tanah Kuning, Kalimantan Utara dengan kapasitas mencapai 500.000 ton aluminium per tahun. Perseroan menaksir pabrik tersebut menelan investasi hingga US$1,5 miliar.
Sekretaris Perusahaan Inalum Ricky Gunawan mengatakan perusahaan dan Pemprov Kaltara telah sepakat membangun klaster aluminium di Tanah Kuning. Perusahaan akan memulai studi kelayakan untuk proyek tersebut pada semester kedua tahun ini.
"Awal Juni ini kami sudah tandatangan nota kesepahaman dengan Pemprov Kaltara. Untuk di Tanah Kuning, Pemprov Kaltara sempat melakukan survei ke Inalum dan akhirnya kami sepakat membangun klaster aluminium,” jelas Ricky pada Bisnis, Kamis (15/6/2017).
Ricky menjelaskan saat ini Inalum sedang melakukan FS untuk dua pabrik baru yang akan didirikan di Kawasan Industri Tanah Kuning dan di Kuala Tanjung, Sumatera Utara. Inalum hanya akan menambah dua pabrik tanpa membangun bendungan baru untuk memasok tenaga listrik.
Saat ini, perseroan telah memiliki satu bendungan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di daerah Porsea, Sumatra Utara untuk menyokong pabrik yang sudah berdiri di Asahan. Di Kaltara, Inalum masih menggantungkan ekspektasi pada investor yang akan menyelesaikan proyek hydropower yang telah dirintis Pemprov. Alhasil Inalum tidak perlu membangun dam.
Kalimantan Utara masuk ke dalam barisan proyek yang akan ditawarkan pemerintah kepada investor China sebagai kelanjutan dari Konferensi Tingkat Tinggi One Belt One Road.
Baca Juga
Selain Kalimantan Utara, pemerintah juga menawarkan proyek lain di dua klaster, yaitu Sumatra Utara dan Sulawesi Utara. Di Kalimantan Utara, investor akan mengembangkan proyek pengembangan industri smelter senilai US$5,5 miliar atau setara Rp73 triliun.
Direktur Jenderal Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional Kementerian Perindustrian Harjanto menyatakan nilai investasi itu terbuka untuk industri smelter alumunium dengan kapasitas 2 juta ton per tahun, pembangkit listrik bertenaga air dengan kapasitas 7.000 megawatt di lima bendungan, kawasan industri logam, dan hub internasional pelabuhan logistik. Pemerintah menyiapkan lahan seluas 10.000 hektare untuk keseluruhan investasi pengembangan kawasan Kalimantan Utara.
“Kesempatan investasi di Kaltara nilainya US$5,5 miliar. Tapi itu belum termasuk untuk peluang investasi di seaport-nya karena belum kami hitung angka penawarannnya berapa,” ujar Harjanto kepada Bisnis, Rabu (14/6).
Pemerintah siap memberikan insentif kepada investor berupa perjanjian jual beli listrik yang kompetitif senilai S$0,03-US$0,04 per kwh, lebih rendah daripada pembangkit berbasis batu bara yang mematok harga di US$0,07 per kwh.