Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah akan menarik investor untuk menggarap Kawasan Industri Tanah Kuning, Kalimantan Utara sebagai penopang industri aluminium.
Kawasan Industri Tanah Kuning merupakan lahan seluas total 10.000 hektare. Untuk tahap awal, pengembangan akan difokuskan di lahan seluas 2.000 hektare—3.000 hektare.
Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri (PPI) Kementerian Perindustrian Imam Haryono pada Rabu (14/6/2017) mengatakan infrastruktur dasar yang akan ditawarkan Kemenperin adalah pengembang KI Tanah Kuning, yaitu pengembang komplek smelter, pelabuhan, dan pembangkit listrik tenaga air.
Dari dokumen perencanaan awal KI Tanah Kuning, pemerintah akan membangun pembangkit listrik dengan kapasitas total 7.080 megawatt, dan harga yang cukup murah yaitu US$0,03– US$0,04. Hasil studi menunjukkan pembangkit tersebut akan cukup untuk memasok smelter dengan kapasitas awal 4 juta ton alumina per tahun.
Berdasarkan hasil pemetaan Kemenperin, saat ini dua investor yang telah menjajaki peluang membangun pabrik di kawasan itu yaitu PT Indonesia Asahan Aluminium Persero (Inalum) dan PT Borneo Alumina Prima. Keduanya telah lama berkecimpung di sektor aluminium.
Pemerintah berencana menawarkan pengembangan KI Tanah Kuning ke investor China sebagai kelanjutan dari Konferensi Tingkat Tinggi One Belt One Road (OBOR). Tim khusus yang bertugas melanjutkan pembahasan komitmen China dan Indonesia dari Konferensi One Belt One Road tengah dibentuk.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan sejauh ini kelanjutan pembahasan mengenai hasil OBOR berjalan baik. Bahkan, pemerintah di bawah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman sedang membentuk tim khusus yang menangani urusan itu.
"Sudah bagus. Kita sudah membentuk organisasinya. Penanganan nanti termasuk negosiasi [kereta cepat] KCIC dengan CDB (China Development Bank]," tutur Luhut usai Rapat Sidang Kabinet di Istana Bogor, Senin (29/5/2017).
Nantinya, tim tersebut akan menindaklanjuti lebih rinci soal rencana investasi terpadu di Sumatera Utara, Kalimantan Utara, hingga Sulawesi Utara. Investasi terpadu itu mencakup proyek infrastruktur, jalan tol, pelabuhan atau kelistrikan dengan proyek-proyek sektor lain seperti manufaktur atau industri pengolahan dan pariwisata. Tim juga akan membahas lebih detail mengenai komitmen pinjaman dari China Development Bank senilai US$4,5 miliar untuk pembangunan kereta cepat Jakarta – Bandung.