Bisnis.com, JAKARTA—Pertumbuhan industri pada kuartal kedua tahun ini bakal lebih membaik dibandingkan dengan performa pada kuartal pertama. Kenaikan diperkirakan mencapai 4,71%.
Sejumlah sektor diyakini menopang performa industri, terutama sektor otomotif dan makanan serta minuman. “Harapannya tentu kuartal kedua ini ada kenaikan sedikit lagi karena ada momentum Lebaran. Yang terlihat adalah otomotif dan mamin. Untuk sektor lain masih tergantung pada pasar global,” jelas Menteri Perindustrian Airlangga, Selasa (26/6/2017) malam.
Kendati industri mamin dan otomotif tumbuh positif pada kuartal pertama, sejumlah sektor lain masih terlihat menurun, seperti alas kaki dan elektronik.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), industri pengolahan nonmigas pada triwulan I-2017 tumbuh sebesar 4,71 persen. Capaian tersebut meningkat dibanding pertumbuhan dalam periode yang sama tahun 2016 sebesar 4,51 persen, juga di atas pertumbuhan sepanjang tahun 2016 yang mencapai 4,42 persen.
BPS juga mencatat industri manufaktur mikro kecil mampu tumbuh sebesar 6,63 % pada kuartal I/2017. Untuk itu, Kemenperin tengah gencar melakukan pengembangan industri kecil dan menengah, terutama melalui pemanfaatan teknologi digital.
Bahkan, BPS juga mencatat, industri manufaktur mikro kecil mampu tumbuh sebesar 6,63 persen pada triwulan I-2017. Untuk itu, Kemenperin tengah gencar melakukan pengembangan IKM, terutama melalui pemanfaatan teknologi digital.
Baca Juga
Dihubungi pada kesempatan terpisah, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman menyampaikan berdasarkan siklus tahunannya, kenaikan permintaan pada Ramadan hingga Lebaran merupakan suatu hal yang wajar.
Itu sebabnya, pertumbuhan industri mamin pada kuartal II tahun ini akan lebih tinggi dari kuartal I. Adi menyampaikan pada bulan puasa dan Lebaran, permintaan produk mamin bisa meningkat 15%—20%.
Kendati demikian, Adhi menyebut permintaan yang melonjak saat puasa juga dapat menjadi peluang masuknya barang-barang impor untuk mengisi pasar. Hal tersebut juga selalu terjadi pada hari besar tahun-tahun sebelumnya.
Dia mencatat pada tahun lalu, defisit neraca perdagangan mamin mencapai US$800 juta dan nilai minus terbesar datang dari Thailand dan China. Kedua negara itu sangat agresif menggempur pasar makanan dan minuman di dalam negeri.