Bisnis.com, JAKARTA—Kontribusi sektor industri pada pertumbuhan ekonomi nasional terganjal oleh pertumbuhan ekspor hasil industri. Sampai saat ini, kontribusi industri masih berkisar 18%—20% pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Padahal, pemerintah menargetkan kontribusi industri hasil pengolahan dapat mencapai hingga 30% pada pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Salah satu yang dapat mengerek kontribusi tersebut adalah ekspor hasil industri.
Dirjen Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional (KPAII) Harjanto mengungkapkan untuk dapat mengerek ekspor, industri dalam negeri harus ditingkatkan daya saingnya dan distimulus untuk terus menjajaki pasar.
“Saat ini produk-produk industri dari negara lain sangat mudah masuk ke Indonesia, tetapi produk kita sangat sulit masuk ke pasar ekspor. Indonesia masih kurang menerapkan non-tariff measure [NTM] sementara negara lain, termasuk negara-negara maju itu sangat masif penerapannya,” jelas Harjanto, Rabu (31/5/2017).
Dia menegaskan meski dunia telah memasuki era liberalisasi perdagangan, implementasi NTF di negara-negara maju sangat masih. Negara seperti China dan sejumlah negara lain di Eropa misalnya, memiliki ribuan NTM, sedangkan Indonesia hanya memiliki 272 NTM.
Padahal, penerapan NTM negara lain dapat berdampak ekspor Indonesia ke negara tersebut sedangkan NTM Indonesia yang sedikit menyebabkan banyak barang impor masuk. Jika terus banjir, akan sulit menstimulus pertumbuhan industri dan penjajakan pasar-pasar ekspor.
Data yang dihimpun Kementerian Perindustrian menunjukkan enam dari 10 ekspor produk utama Indonesia yaitu makanan, logam dasar, pakaian jadi, karet dan barang dari karet, elektronik, dan produk kertas pada tahun lalu turun dari tahun sebelumnya.
Data yang sama menunjukkan ekspor ke beberapa negara tujuan seperti Amerika Serikat, China, Jepang, India, dan Thailand juga menunjukkan tren penurunan dalam 5 tahun terakhir. Kecuali Thailand yang memiliki 660 NTM, keempat negara lainnya memiliki lebih dari 1.000 NTM untuk menghadang produk-produk impor asal Indonesia.
“Negara lain bisa bangun SPS [sanitary and phytosanitary, standar produk pangan segar] dan TBT [technical barriers to trade] bisa membangun 100 NTM untuk satu produknya. Kita kan sekarang FTA dan ternyata NTM kita kecil dibandingkan negara mitra. Sebenarnya tujuannya bukan proteksi, tapi lebih kepada mendapatkan playing field trade yang seimbang,” jelas Harjanto.
Selain sedang mempertimbangkan penguatan NTM pada produk hasil industri, Kemenperin pun mendorong perusahaan untuk menjajaki pasar-pasar ekspor nontradisional untuk meningkatkan pengapalan.