Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pabrikan Sepatu: Bebaskan Kulit Dari Karantina

Pabrikan sepatu meminta pemerintah membebaskan komoditas kulit dari karantina. Pengenaan kewajiban ini dinilai dapat menurunkan daya saing industri persepatuan nasional yang saat ini mengimpor nyaris 70% dari total kebutuhan kulit.
Pekerja menyelesaikan pembuatan sepatu berbahan kulit, di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (23/3)./Antara-Moch Asim
Pekerja menyelesaikan pembuatan sepatu berbahan kulit, di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (23/3)./Antara-Moch Asim

Bisnis.com, JAKARTA—Pabrikan sepatu meminta pemerintah membebaskan komoditas kulit dari karantina. Pengenaan kewajiban ini dinilai dapat menurunkan daya saing industri persepatuan nasional yang saat ini mengimpor nyaris 70% dari total kebutuhan kulit.

Neraca perdagangan kulit nasional timpang karena industri persepatuan sebagai pengguna utama kulit mengimpor bahan baku, sedangkan produksi kulit nasional dengan kualitas premium justru seluruhnya diekspor.

Sekjen Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Binsar Marpaung mengatakan pemeriksaan kulit di karantina menambah panjang proses perolehan bahan baku. Di sisi lain, tidak semua bahan baku yang diimpor merupakan kulit mentah yang masih mengandung penyakit.

“Untuk industri alas kaki, kami hanya mengimpor produk jadi kulit, sedangkan produk kulit mentah itu urusannya industri penyamakan kulit. Kulit jadi itu sudah melalui beberapa proses sebelum diperjualbelikan,” jelas Binsar, Senin (29/5).

Binsar mengatakan spesifikasi dari setiap jenis kulit yang diimpor dan diekspor Indonesia memang berbeda-beda. Kulit mentah memang masih rentan terhadap penyebaran penyakit tertentu, sedangkan produk kulit jadi telah melalui beberapa proses di pabrik.

Binsar mengatakan pemerintah seharusnya membedakan bahan baku kulit mentah dan kulit jadi yang sudah merupakan barang industri. Pnjangnya birokrasi pemasukan kulit menyebabkan harga bahan baku industri alas kaki dalam negeri dari negeri tetangga.

“Industri alas kaki merupakan industri yang diprioritaskan. Kami membuat sepatu sesuai dengan pemesanan sehingga harus memasukkan berbagai jenis kulit. Kalau kulit jadi dikenakan tindakan karantina, mengapa produk sepatu dan tas tidak diwajibkan?,” kata Binsar.

Dari data yang dihimpun Aprisindo, biaya produksi alas kaki produksi Indonesia memang lebih tinggi dari negara-negara produsen yang berada dalam satu kawasan. Biaya produksi paling tinggi yaitu di China, sehingga sebagian besar industri mereka merelokasi pabriknya ke Vietnam dan Indonesia.

Biaya produksi sepatu per pasang di China mencapai US$6,24 per pasang dan Indonesia US$5,60 per pasang. Biaya produksi per pasang sepatu di Vietnam dan Kamboja lebih murah, yaitu masing-masing US$5,03 dan US$4,84.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dara Aziliya
Editor : Ratna Ariyanti
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper