Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Joko Widodo akhirnya meneken revisi Peraturan Presiden yang mengatur alternatif pendanaan pelaksanaan pembangunan prasarana dan penyelenggaraan kereta api ringan atau light rail transit (LRT) terintegrasi Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi.
Dikutip dari laman Sekretariat Kabinet, Senin (22/5/2017), Perpres No. 49/2017 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden No. 98/2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan/Light Rail Transit (LRT) terintegrasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi, resmi diundangkan pada 8 Mei 2017.
Menurut Perpres ini, pemerintah melakukan pembayaran atas pembangunan prasarana yang dibangun oleh PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI) bisa dengan dua cara.
Pertama, pembayaran yang dialokasikan dalam Anggaran Belanja Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan/atau pembayaran yang dilakukan pemerintah melalui PT Kereta Api Indonesia (Persero) (PT KAI). Dalam perpres sebelumnya, poin kedua tidak disertakan.
Dalam hal pembayaran atas pembangunan prasarana yang dibangun oleh Adhi Karya melalui pengalokasian anggaran belanja, pembayaran dapat dilakukan secara bertahap atau sekaligus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang dituangkan di dalam perjanjian.
“Untuk pengalokasian anggaran belanja sebagaimana dimaksud dalam, Menteri Keuangan memberikan persetujuan kontrak tahun jamak (multiyear contract) berdasarkan usulan Menteri Perhubungan,” bunyi Pasal 7A ayat (2) Perpres ini.
Menurut Perpres ini, pemerintah menugaskan PT KAI untuk menyelenggarakan sarana yang meliputi pengadaan sarana, pengoperasian sarana, perawatan sarana, dan pengusahaan sarana serta menyelenggarakan sistem tiket otomatis (automatic fare collection).
Tata cara pelaksanaan pembayaran atas pembangunan prasarana LRT oleh PT KAI kepada ADHI dituangkan dalam perjanjian berdasarkan perjanjian antara Kemenhub dengan ADHI dan perjanjian antara Kemenhub dengan KAI.
Adapun, pendanaan PT KAI dalam pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8A, terdiri dari penyertaan modal negara (PMN), penerusan pinjaman dari pinjaman pemerintah yang berasal dari luar negeri dan/atau dalam negeri, penerbitan obligasi oleh PT KAI, pinjaman PT KAI dari lembaga keuangan, termasuk lembaga keuangan multilateral dan/atau pendanaan lainnya.
Ditegaskan dalam Perpres ini, untuk pelaksanaan pemerintah memberikan dukungan berupa subsidi/bantuan dan/atau insentif fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Dalam hal Pemerintah memberikan dukungan berupa subsidi/bantuan sebagaimana dimaksud, perhitungan besaran subsidi/bantuan mempertimbangkan seluruh pendapatan yang diperoleh dari pelaksanaan penugasan,” bunyi Pasal 8C ayat (2) Perpres No. 49 tahun 2017 itu.