Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan mengusulkan agar Pemprov Sumatra Utara melakukan uji publik terkait pembatasan kapasitas produksi budidaya perikanan hanya 10.000 ton per tahun di Danau Toba.
Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto mengatakan instansinya memang memberi saran kepada sejumlah daerah agar mengurangi jumlah keramba jaring apung (KJA) di danau dan waduk yang perairannya sudah overeksploitasi, termasuk Danau Toba.
Namun, pengendalian yang dilakukan oleh Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi ternyata lebih ketat dari usulan KKP yang merekomendasikan produksi maksimum 50.000 ton, sesuai dengan daya dukung danau seluas 112.970 hektare itu.
Dengan pemangkasan drastis produksi perikanan budidaya hingga hampir 90% itu, KKP khawatir akan berdampak negatif pada produksi secara nasional, ekspor, dan penyerapan tenaga kerja setempat.
"Harapan kami sih, walaupun 10.000 ton sekarang sudah diperdakan (diregulasi melalui SK Gubernur), masih bisa ada masukan-masukan dari para ahli, stakeholder," katanya, Rabu (17/5/2017).
Selain itu, lanjut Slamet, Pemprov Sumut diminta mencari solusi atas rasionalisasi KJA, misalnya dengan memberikan kompensasi kegiatan bagi masyarakat yang tidak akan bekerja lagi di sektor perikanan.
Menyusul SK Gubernur, KKP telah berkirim surat kepada Gubernur Sumut. "Jangan sampai masalah solusi itu nanti larinya ke (pemerintah) pusat," ujarnya.
Berdasarkan kajian Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) KKP --sekarang Badan Riset dan Sumber Daya Manusia (BRSDM) KKP-- daya dukung Danau Toba maksimum 50.000 ton demi menjaga kualitas air. Dengan produksi pada 2012 mencapai 75.559 ton, terutama ikan nila dan ikan mas, maka terjadi kelebihan produksi 25.500 ton.
Sejalan dengan itu, jenis ikan endemik, seperti ikan batak, rasbora tobana, dan remis toba, terancam punah. Kondisi itu disinyalir akibat siltasi, polusi, perubahan tinggi muka air, dan ikan introduksi, seiring KJA yang massif di Danau Toba.
KKP kemudian merekomendasikan agar jumlah KJA dikurangi 16.700 unit setara produksi 25.559 ton agar tidak melebihi daya dukung. Selain itu, perlu ada zonasi mengingat tingkat kesuburan perairan yang berbeda-beda.
"Kalau menurut saya sih (pengendalian KJA) harus fokus. Di mana ada daerah wisata, itulah yang dijaga. Daerah lain tetap bisa untuk budidaya. Daerah wisata pun sebenarnya bisa dengan KJA-KJA yang ramah lingkungan. Bahkan KJA yang indah di sana bisa untuk tempat wisata," ujar Slamet.